Dulu, saya sering mendengar orang-orang berkata
“Allah bisa karena biasa.” Kata-kata itu biasanya muncul ketika mereka sedang
memberikan motivasi supaya kami tidak mudah patah semangat, tetapi terus mau
mencoba, dan mencoba. Tetapi ketika saya memikirkan kata-kata ini dengan
seksama, saya melihat penghujatan kepada Allah. “Kok bisa?” Anda mungkin bertanya!
Begini, apakah Anda pernah menanyakan apa arti kata
“biasa” dalam kata-kata itu. “Allah bisa karena BIASA.” Apa arti kata “biasa”
dalam pernyataan di atas? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, saya mendapati
bahwa salah satu arti dari kata “biasa” adalah “telah kerap kali melakukan.”[1] Ketika
kita bertanya kepada seseorang, “Mengapa Anda pintar sekali memainkan gitar?”
Maka jawabannya sering seperti ini, “Ya, karena saya telah BIASA.” Kata biasa
dalam kalimat itu berarti “telah kerap kali melakukan.”
Nah, sekarang apa arti “telah kerap kali melakukan?”
Hal itu berarti, melakukan sesuatu berulang-ulang meskipun sering gagal, hingga
pada akhirnya seseorang menjadi mahir melakukan sesuatu itu. Anda bisa bermain
gitar, karena berulang-ulang memainkannya, dan dalam proses yang berulang-ulang
itu, Anda sering mengalami kegagalan, hingga akhirnya Anda mahir memainkan
gitar.[2]
Sekarang, mari kita teliti kata-kata “Allah bisa
karena biasa” tadi. Jika kata “biasa” dalam pernyataan ini berarti “telah kerap
kali melakukan” seperti yang telah saya jelaskan di atas, maka itu berarti:
Allah bisa melakukan sesuatu, karena telah sering melakukan apa yang
dilakukan-Nya itu berulang-ulang, hingga akhirnya Ia bisa melakukannya. Dan
ingat, “telah kerap kali melakukan” mengindikasikan kegagalan-kegagalan sebelum
akhirnya seseorang itu bisa.
Nah, sekarang Anda bisa melihat mengapa di awal
paragraf tulisan ini saya menganggap bahwa kata-kata “Allah bisa karena biasa,”
adalah penghujatan. Kata-kata itu mengasumsikan ketidaksempurnaan dalam diri
Allah, yang terus-menerus mencoba melakukan sesuatu hingga pada akhirnya Ia
bisa. Bukankah gambaran ini tidak sesuai dengan Allah Alkitab yang dalam
natur-Nya adalah sempurna tanpa cacat, serta bisa melakukan segala sesuatu
tanpa “percobaan-percobaan terlebih dahulu?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar