Oleh: Join Kristian Zendrato
Saya
telah menghabiskan cukup banyak waktu untuk membaca mengenai pertentangan
teologis antara Calvinisme (Reformed) dan Arminianisme, dan dengan senang hati
saya memproklamasikan diri saya sebagai seorang penganut Calvinisme (Reformed).
Satu hal yang sangat mendasar, yang membuat saya menolak Arminianisme adalah
perendahan mereka terhadap Allah.
Misalnya
dalam persoalan predestinasi. Calvinisme mempercayai unconditional election (pemilihan tanpa syarat). Artinya, ketika
Allah memilih seseorang untuk diselamatkan dalam kekekalan, maka dasar
pemilihan-Nya itu didasarkan pada kehendak dan kedaulatan-Nya sendiri, bukan
pada apa pun yang akan ada pada diri
orang yang dipilih-Nya. Tetapi bagi Arminianisme, pemilihan Allah bukan seperti
itu. Allah memang memilih seseorang untuk diselamatkan, tetapi pemilihan itu bukan didasarkan pada kerelaan
kehendak-Nya semata-mata, tetapi pada apa yang telah lebih dulu Allah lihat
dalam diri orang yang dipilih-Nya. Misalnya, Allah memilih si A karena Allah
telah tahu bahwa si A akan percaya kepada Kristus dan akan bertobat dari
dosa-dosa-Nya. Jadi, tindakan Allah untuk memilih ditentukan oleh apa yang
Allah lihat dalam diri orang yang dipilih-Nya. Maka dari sini saya menyimpulkan
bahwa dalam sistem Arminianisme, Allah betul-betul direndahkan, sehingga Allah
memilih karena manusia memang pantas dipilih.
Saya
juga dicengangkan dengan penemuan-penemuan dari bacaan-bacaan saya bahwa dalam
sistem teologi Arminianisme, kehendak atau rencana Allah sering bisa dihalangi
oleh kehendak bebas manusia. Saya tidak tahu, Allah macam apa yang kehendak-Nya
bisa digagalkan oleh kehendak bebas manusia? Tapi itulah Allah Arminianisme.
Maka, seperti yang saya katakan sebelumnya, sistem teologi Arminianisme ini
betul-betul merendahkan Allah dan meninggikan otonomi manusia.
Dalam berargumentasi, Arminianisme juga sering terlalu
menggunakan logika manusia yang terbatas, tanpa tunduk kepada ajaran Alkitab
yang jelas. Dan lagi-lagi ini jelas merupakan perendahan terhadap Allah.
Merendahkan firman-Nya berarti merendahkan-Nya.
Kesimpulan
saya ini diteguhkan oleh kesaksian singkat dari Profesor Ronald H. Nash. Nash
adalah profesor teologi dan filsafat dari Reformed Theological Seminary, di
Orlando, Florida. Nash pada awalnya adalah seorang teolog yang berhaluan
Arminianisme, tetapi pada akhirnya ia meninggalkan sistem teologi tersebut dan
menganut Calvinisme (Reformed).
Dalam
sebuah bukunya yang berjudul When a Baby Dies[1] Nash
menuliskan kesaksian singkatnya mengenai bagaimana ia pada akhirnya
meninggalkan Arminianisme dan menganut Calvinisme. Nash meringkas 4 alasan
utamanya sebagai berikut:
Alasan
No. 1: Saya berhenti melawan pengertian Alkitab yang jelas. Anda harus ingat
bahwa saya telah menjadi guru besar filsafat selama lebih dari empat puluh
tahun. Dalam karier saya, saya telah mengamati perlunya keterbukaan dan
pemikiran yang mendalam sebelum mengambil satu posisi. Namun, perlawanan saya
terhadap Calvinisme merupakan perkecualian. Seingat saya, hanya satu kali
sebelum tahun 1970, saya membuka sebuah buku yang memihak pandangan Reformed.
Ketika saya membaca buku itu sepintas lalu, paradigma Arminian yang membelenggu
saya belum dapat diruntuhkan. Masalah serupa muncul setiap kali saya sampai
pada ayat atau bagian “Calvinis” dalam Alkitab; saya menemukan cara yang cerdik
untuk menyingkirkan sengatan Reformed dari ayat itu. Saya meyakinkan diri bahwa
Calvinisme tidak mungkin benar, dan tak satu pun yang dapat mengubah pikiran
saya, bahwa kesaksian Alkitabiah yang berlimpah tentang kasih karunia Allah
sekalipun. Akhirnya tiba saatnya saya berhenti melarikan diri dari pasal-pasal
seperti Yohanes 6, Roma 8, dan Efesus 1-2. Saya memang belum menerimanya,
tetapi pikiran saya tidak lagi tertutup bagi subjek-subjek tersebut.
Alasan
No. 2: Suatu hari, tatkala merenungkan permasalahan ini dengan sungguh-sungguh,
saya mulai menyadari natur perjuangan saya yang sebenarnya. Saya terbelah di
antara posisi yang meninggikan manusia dan posisi lain yang meninggikan Allah.
Akhirnya saya memutuskan – karena saya harus memilih di antara kedua sistem ini
– bahwa saya harus memilih untuk berpihak pada Allah. Keputusan itu masih
terasa masuk akal bagi saya sampai saat ini.
Alasan
No. 3: Segera setelah saya dengan serius mulai membaca buku-buku Calvinis,
tulisan dua orang pemikir Reformed mulai mengoyak pertahanan saya. Salah
satunya adalah esai Roger Nicole yang berjudul “The ‘Five Points’ and God’s
Sovereignty.” Satu lagi ditulis oleh seorang teolog dan penulis Inggris
terkenal, J.I Packer. Ironisnya, tulisan Packer yang menolong saya dalam hal
ini merupakan esai singkat yang hanya dibaca oleh sedikit orang. Esai itu
diterbitkan sebagai pendahuluan bagi sebuah buku klasik karya penulis Puritan
abad ke-17, John Owen, yang sekarang diterbitkan kembali. Buku tersebut
berjudul The Death of Death in the Death
of Christ. Begitu selesai membaca esai pengantar Packer, saya melanjutkan
membaca karya Owen dan ketika selesai, saya mendapati diri saya berada dalam
dunia yang sama sekali baru, dunia yang di dalamnya saya bukan lagi seorang
Arminian.
Alasan
No. 4: Setelah lama menolak Arminianisme, saya menemukan peneguhan atas
keputusan saya di dalam tindakan para pemikir Arminian zaman sekarang. Ingatlah
bahwa salah satu alasan saya meninggalkan Arminianisme adalah karena saya
menyadari bahwa Arminianisme meninggikan otonomi manusia dan mengurangi peran
Allah berkembang sedemikian sembrono sehingga, saya percaya, hal ini mengharuskan
kita meragukan ortodoksi [ajaran] sebagian pemimpin ini.[2]
Lalu
Nash memberikan contoh pandangan tertentu yang menolak kematahuan Allah yang
sempurna. Mereka menolak kemahatahuan Allah karena mereka tidak bisa
menyelaraskannya dengan kehendak bebas manusia. Nash meratapi bahwa Allah
digambarkan sedemikian terbatas oleh orang-orang ini sehingga “saya,” kata
Nash, “sering merasa tergerak berdoa bagi-Nya,
bukan kepada-Nya.”[3]
Itulah beberapa alasan Nash meninggalkan Arminianisme.
Pertama, karena ajaran yang jelas dari Alkitab menentang Arminianisme. Kedua. Karena
Arminianisme merendahkan Allah dan meninggikan manusia. Ketiga. Karena Nash
membaca argumentasi Calvinisme dari Roger Nicole dan J.I Packer dan John Owen.
Keempat, karena ortodoksi sebagian pemimpin Arminianisme jelas cacat.
Tetapi Anda mungkin berkata, “Apa gunanya menarik kesimpulan
tanpa bukti?” Untuk hal ini, saya mau menjawab dengan dua hal.
Pertama, saya telah menulis dua topik mengenai
pertentangan Arminianisme dan Calvinisme sebelumnya, yakni mengenai
Predestinasi dan Penebusan Terbatas. (Untuk membaca tulisan saya tersebut, klik di sini, klik juga di sini, klik lagi di sini, dan di sini). Nah, untuk menguji apakah kesimpulan
diatas benar atau tidak, silahkan baca tulisan saya itu, kemudian bandingkan
apakah memang benar bahwa Arminianisme itu merendahkan Allah atau tidak?
Kedua, Kesimpulan di atas juga bisa mendorong Anda
untuk lebih dalam mempelajari pertentangan kedua sistem teologi itu. Setelah
anda belajar, silahkan simpulkan sendiri apakah kesimpulan saya di atas benar
atau salah.
Selamat belajar bro!
Selamat belajar bro!