Oleh:
Join Kristian Zendrato
Saya
beberapa kali mendengar pengkhotbah dan orang Kristen yang menyatakan kira-kira
seperti ini, “Kalau ikut Kristus dengan sungguh-sungguh engkau pasti sukses,
hidupmu tak akan miskin dan susah…” dan daftar janji yang muluk-muluk itu terus
berlanjut. Kita hidup di masa yang penuh dengan optimisme
kesuksesan. Saya semakin kaget, jika orang Kristen dan hamba Tuhan mendasarkan
pandangan mereka ini pada kenyataan bahwa mereka mengikut Kristus.
Tetapi
bertentangan dengan semua itu, mengikut Kristus itu tidak menjamin kita akan
hidup sukses, kaya, dan sebagainya. Saya akui bahwa bisa saja seorang pengikut
Kristus itu sukses dan kaya, tetapi berharap bahwa semua pengikut Kristus atau
menjanjikan kepada seseorang kalau ia mengikut Kristus maka ia akan sukses dan
kaya adalah kesalahan yang fatal. Kita percaya dan mengikut Yesus supaya kita
diselamatkan dari murka Allah karena dosa-dosa kita, bukan supaya kita kaya dan
sukses di dunia ini. Renungkanlah kata-kata J. C. Ryle yang saya kutipkan
berikut ini:
Kita mengerti bahwa mengikut Kristus tidak akan dengan sendirinya melindungi kita dari masalah hidup sehari-hari. Para murid merasa sangat gelisah. Meskipun mereka adalah sekelompok kecil murid pilihan-Nya – saat imam-imam, ahli-ahli Taurat, dan orang-orang Farisi tidak mau percaya kepada-Nya – Yesus mengizinkan mereka mengalami ketakutan. Barangkali mereka berpikir bahwa dengan melayani Kristus mereka akan terhindar dari kesukaran-kesukaran yang biasa mewarnai kehidupan ini. Jika Yesus dapat menyembuhkan orang sakit, memberi makan orang banyak dengan beberapa ketul roti, membangkitkan orang mati, dan mengusir setan-setan, tentunya Ia tidak akan pernah membolehkan murid-murid-Nya menderita. Tetapi jika mereka berpikir sedemikian, mereka keliru. Melayani Kristus tidak melindungi orang percaya dari masalah-masalah kehidupan ini. Ada baiknya kita mengerti hal ini dengan jelas. Saya mendapat hak istimewa untuk menjadi pendeta Kristen yang dapat berbicara tentang karunia hidup kekal yang diberikan kepada siapapun, pria, wanita, anak-anak, yang mau menerima-Nya. Tetapi saya tidak berani menawarkan kepada mereka kemakmuran duniawi sebagai bagian dari berita Injil; saya tidak berani berbicara tentang umur panjang, bebas dari kepedihan, atau kekayaan yang bertambah. Saya tahu bahwa banyak orang suka mempunyai Kristus dan kesehatan prima, Kristus dan uang yang banyak, Kristus dan kebebasan dari segala kekhawatiran. Jika Anda berpikir seperti itu, Anda sangat keliru.[1]
Sukses
di mata dunia itu belum tentu sukses di mata Allah. Dan sebaliknya, sukses di
mata Allah belum tentu sukses di mata dunia. Kisah Stefanus adalah contoh yang
riil untuk ini. Stefanus dikatakan sebagai seorang yang penuh Roh Kudus (Kis.
7:55). Tetapi kematiannya yang mengenaskan pada saat ia selesai berbicara di
depan orang Yahudi mengesahkan satu hal di mata dunia: dia tidak sukses, dia
gagal. Tetapi jika kita memandang ke atas, ke surga, maka kita akan melihat
kebalikan yang sangat luar biasa: Kristus sang Raja menerima rohnya (Kis.
7:54-60). Ya, di mata Kristus dia sukses. Kesetiaan kepada Kristuslah yang
justru membuatnya sukses di mata Kristus. Sebab Kristus Tuhan kita memang tidak
pernah memanggil kita untuk sukses di dunia ini, Ia memanggil kita untuk setia.
Ketika
seorang mengikut Kristus, hendaklah ia mengingat hal ini, bahwa menjadi orang
Kristen tak akan selalu sukses di mata dunia. Ia bisa gagal dalam karir karena
mengikut Kristus. Dan hal ini bisa saja ditertawakan oleh dunia.
Juga,
ketika kita menyampaikan kebenaran Firman Tuhan dan Injil dengan sarana apa pun,
kita perlu selalu mengingat hal ini, yakni bahwa kesukesan kita tidak diukur
oleh hasilnya (entah dapat uang, dapat petobat baru, dapat sanjungan, dan
sebagainya). Hasilnya bisa saja mengecewakan seperti Stefanus. Kesetiaan kita
kepada kebenaranlah yang perlu kita lihat, bukan pada hasil yang memuaskan
mata.
Mengikut Kristus juga
tak menjamin bahwa kita akan baik-baik saja di dunia. Kita harus sering memikul salib karena Kristus. Kadang kita
merasa bahwa keadaan kita yang baik menunjukkan bahwa kita berkenan kepada
Allah. Tetapi perlu diingat bahwa ini tidak selalu. Keadaan baik-baik saja tak
selalu menunjukkan perkenan Allah, sebab ketika Yunus melarikan diri dari
panggilan Tuhan, kita membaca, “Awak kapal menjadi takut, masing-masing
berteriak-teriak kepada allahnya, dan mereka membuang ke dalam laut segala
muatan kapal itu untuk meringankannya. Tetapi
Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ,
lalu tertidur dengan nyenyak” (Yunus 1:5). Perhatikan bahwa Yunus tertidur nyenyak, yang menunjukkan bahwa bahkan dalam keadaan sedang melarikan diri dari panggilan Tuhan, seseorang masih bisa 'tidur nyenyak.' Sebaliknya dukacita tak selalu
jadi pertanda ketidak-berkenannya Tuhan kepada kita, sebab Ayub diizinkan untuk
menderita oleh Allah, bahkan ketika ia disebut “saleh” oleh Allah (Ayub 1:1, 8;
2:3).
[1]J.
C. Ryle, Aspek-aspek Kekudusan (Surabaya:
Momentum), hal. 96.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar