Oleh: Join Kristian Zendrato
Saya pernah ikuti semacam perkumpulan kelompok baca Alkitab
dan kegiatan nyanyi dengan lirik ayat-ayat Alkitab beberapa tahun lalu. Saya
menikmati perjalanan waktu itu dengan teman-teman.
Tentunya banyak momen yang unforgettable yang membekas dalam
ingatan. Tetapi hari ini saya teringat tentang kata-kata pemimpin perkumpulan
kami waktu itu kala sedang membahas sesuatu. Saya lupa konteksnya ketika ia
akhirnya berbicara tentang seorang tokoh terkenal dari India: Mahatma Gandhi.
Tentang Mahatma Gandhi, ia berkomentar kira-kira begini:
"Kalau Mahatma Gandhi sekarang ada di Sorga, saya tidak heran."
Walaupun dia kelihatan agak agnostik terhadap hal itu, tetapi nampaknya ia
membuka peluang untuk itu sehingga jika itu yang terjadi, ia - sekali lagi
"tidak heran."
Nampaknya, ia berbicara hal itu karena Gandhi sebagai
seorang tokoh terkenal nampaknya sangat "menghormati" Yesus.
Dalam bukunya yang berjudul The Incomparable Christ (Kristus
yang Tiada Tara), John Stott memang memberikan sebuah penjelasan singkat bahwa
Gandhi memang sangat menyanjung moral dan ajaran etika Yesus, khususnya Khotbah
di Bukit (Sermon on the Mount).
Masalahnya, Gandhi tak pernah percaya bahwa Yesus adalah
Allah sejati dan manusia sejati, atau sebagai korban substitute untuk penebusan
bagi manusia berdosa, sebagaimana yang dipercaya oleh Gereja di segala abad.
Dan memang Gandhi bukanlah seorang Kristen.
Jadi, Gandhi hanya menyanjung moral dan etika Yesus, dan ia
ingin supaya Yesus menjadi teladan dalam menjalani hidup.
Setelah mengetahui informasi ini, saya bertanya dalam hati,
"Lalu apa jaminan bahwa Mahatma Gandhi berpeluang ada di Sorga, seperti
khayalan pemimpin perkumpulan kami tadi?"
Bagi saya, manusia yang tidak mempercayai bahwa Yesus adalah
Allah sejati dan manusia sejati, atau sebagai korban substitute untuk penebusan
bagi manusia berdosa, tidak akan pernah berada dalam Sorga.
Kepercayaan bahwa Yesus adalah tokoh moral yang baik tidak
menyelamatkan. Yesus yang menyelamatkan adalah Yesus yang Ilahi dan Manusia.
Yesus yang menyelamatkan adalah Yesus yang menanggung semua hukuman dosa kita
di atas kayu salib. Yesus yang menyelamatkan adalah Yesus yang tujuan
kematian-Nya adalah untuk menggantikan posisi kita sebagai orang terhukum. Dan
yang kemudian bangkit untuk meneguhkan bahwa misi-Nya telah selesai.
Sayangnya Gandhi, tak mempercayai hal-hal itu. Jadi, pada
analisis terakhir, jika Gandi diharapkan masuk surga seperti khayalan pemimpin
perkumpulan kami yang saya ceritakan sebelumnya, maka yang membuatnya masuk
surga adalah perbuatan baik dan bukan karna karya penebusan Yesus. Dan ini
jelas bertentangan dengan seluruh Alkitab yang menegaskan bahwa hanya melalui
korban penggantian Kristuslah kita diselamatkan. "Satu-satunya" kata
William Temple, "yang aku sumbangkan dalam penebusanku adalah dosa yang
darinya aku perlu ditebus."
Jika Kristus hanya sekadar dianggap teladan moral yang baik
tetapi bukan Juruselamat, maka Kristus yang seperti itu tidak berguna sama
sekali. Dan itu bukan Kristus dalam Alkitab.
Saya ingat pernah membaca sebuah cerita dalam buku yang
berjudul The Supremacy of Christ (Supremasi Kristus) karya Ajith Fernando, seorang
teolog Injili dari Srilanka. Ia menceritakan tentang seorang ibu yang sedang
sekarat dan waktunya tidak akan lama lagi. Ia akan segera meninggal. Anaknya,
pergi kepada seorang pendeta untuk meminta tolong.
Dalam penggambaran Ajith Fernando, pendeta tersebut adalah
seorang penganut teologi liberal yang tidak mempercayai eksistensi mujizat,
tidak mempercayai kematian Yesus sebagai korban pengganti (substitute) untuk
penebusan dosa manusia, dan doktrin-doktrin esensial Kekristenan lainnya.
Mengenai Yesus, pendeta tersebut hanya menganggapnya sebagai guru moral yang
baik. Tak lebih dari itu.
Saat pendeta itu sampai di rumah, ia melihat ibu itu sedang
sekarat. Dengan sisa tenaga, ibu itu berbicara kepada pendeta tersebut bahwa
mungkin sebentar lagi dia akan meninggal. Ia meminta pendeta tersebut
menceritakan kepadanya penghiburan dan jalan keselamatan. Karna waktunya tak
lama lagi.
Pada saat yang genting seperti itu, apakah Anda tahu yang
diceritakan pendeta itu? Ia menceritakan tentang Yesus yang agung yang
memberikan teladan bagi manusia untuk hidup dalam kasih dan kebaikan. Hanya
itu.
Menyadari bahwa kata-kata pendeta itu tidak berguna, ibu itu
berkata bahwa hal itu tidak berguna baginya, sebab ia tidak bisa lagi melakukan
kebaikan dan meneladani Kristus. Waktunya hampir habis. Ia tak membutuhkan
Kristus yang hanya menjadi teladan. Ia mendesak bahwa ia ingin diselamatkan
dari api neraka.
Pada saat itu, pendeta itu akhirnya menceritakan iman masa
kecilnya yang diajarkan oleh ibunya, bahwa Kristus adalah jalan keselamatan
itu. Dia mati menggantikan kita di atas kayu salib. Dan jika kita percaya
kepada-Nya, kita akan diselamatkan.
Setelah mendengar itu, ibu yang sekarat itu merasa terhibur
dalam menghadapi kematian. Pendeta tersebut menangis, karna ia baru saja
membawa ibu itu dalam jalan keselamatan. Dan bukan hanya itu, ia juga membawa
dirinya kembali dalam iman yang dulu diajarkan oleh ibunya, tetapi yang sempat
ia lupakan.
Kristus yang hanya sekadar guru moral tidak berguna bagi
seorang ibu yang sekarat. Demikian juga bagi kita. Ibu itu, dan kita semua
membutuhkan Kristus sang Juruselamat Penebus dosa.
Sekarang, jujur saja, jika pemimpin perkumpulan kami yang
saya ceritakan di awal berkata bahwa ia " tidak heran" jika Mahatma
Gandhi masuk surga, maka saya sebaliknya "amat heran" jika itu
terjadi.