Oleh: Join Kristian Zendrato
Saya mengingat tentang Charles Haddon Spurgeon. Saya
mengingat tentang Charles Hodge. Mereka berdua adalah raksasa-raksasa teologi
Reformed. Bedanya Hodge menempuh pendidikan Teologi Akademis yang formal yang
membawanya pada kursi profesor Teologi Sistematika. Sedangkan Spurgeon tidak
menempuh pendidikan Teologi formal. Spurgeon belajar sendiri di perpustakaannya
yang memiliki ribuan koleksi buku. Tetapi baik kualitas Hodge dan Spurgeon
tidak pernah diragukan dalam dunia teologi.
Berbeda dengan kedua tokoh di atas, saat ini, banyak orang
yang tidak memiliki kualitas apapun dalam dunia teologi. Entah orang itu
bergelar ataupun tidak. Saat ini gelar-gelar yang panjang tidak pernah bisa
menjadi jaminan tentang kualitas seseorang. Meskipun mereka berkoar-koar kayak
harimau.
Saya mengenal beberapa orang yang mengajar di STT, mempunyai
gelar yang cukup banyak, tapi kualitasnya di bawah standar. Bahkan otaknya gak
nyambung sama sekali dengan dunia teologi. Mereka lebih nyambung kalau
berbicara masalah politik dan hukum.
Ada yang kelihatan pinter karna sok-sok-an padahal
sebenarnya goblok juga. Tapi karna bergelar banyak, dan mungkin karena
ngomongnya "lucu-lucu" maka dianggap pinter.
Intinya banyak yang bergelar dalam dunia teologi tidak
berkualitas sama sekali.
Sebaliknya, banyak orang yang baru tamat dari sekolah
teologi mempunyai kualitas yang luar biasa. Tetapi orang-orang ini biasanya tak
dianggap. Meskipun mereka pintar dan berkualitas, mereka tidak diperhitungkan
karena tak bergelar banyak.
Apa yang dilihat orang sekarang adalah kulit bukan isi.
Gelar bukan kualitas. Dan banyak orang yang tertipu oleh hal itu.
Saya pernah menulis mengenai hal ini di Facebook beberapa
waktu yang lalu. Tulisan itu saya tulis setelah menonton kuliah klasik dari
R.C. Sproul berjudul "Contradiction vs. Mystery: The Mystery of the
Trinity."
Sproul dalam kuliah itu menceritakan tentang seorang
profesor yang suatu kali dalam kelas yang diikuti oleh Sproul membuat
pernyataan demikian, "God is absolutely immutable in His essence, and God
is absolutely mutable in His essence" (Allah secara absolut tidak berubah
dalam esensi-Nya, dan Allah secara absolut berubah dalam esensi-Nya).
Sproul berkata bahwa di antara para mahasiswa yang mendengar
hal itu, banyak yang menganggap bahwa pernyataan profesor tersebut sebagai
sesuatu yang luar biasa. "That's deep" (Itu mendalam), kata para
mahasiswa tersebut.
Tetapi bagi Sproul sendiri, kata-kata profesor tersebut
adalah kata-kata yang berkontradiksi, tidak benar dan nonsense. Sproul berkata,
"That's nuts. That's whacky" (Itu gila. Itu sinting).
Sproul benar. Karena Allah tidak mungkin absolutely
immutable in His essence (secara absolut tidak berubah dalam esensi-Nya) dan
absolutely mutable in His essence (secara absolut berubah dalam esensi-Nya)
pada saat yang sama.
Pernyataan profesor itu jelas melanggar hukum
non-kontradiksi yang secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut: A bukan
A dan Non-A pada saat yang sama dan dalam relasi yang sama. Demikian juga,
Allah tidak bisa memiliki sifat yang tidak berubah dan sifat yang berubah pada
saat yang sama dan dalam relasi yang sama. Itu adalah kontradiksi.
Lalu kenapa tetap saja ada orang yang menganggap bahwa
pernyataan profesor itu sebagai sesuatu yang luar biasa dan mendalam, padahal
itu jelas pernyataan yang kontradiksi?
Sproul mengatakan bahwa, "...if you have enough
education and a position of authority in the academic world, you can make
nonsense statements and have people walk away impressed by how profound you
are."
Terjemahannya sebagai berikut, "...jika Anda memiliki
pendidikan yang cukup dan posisi yang berotoritas dalam dunia akademik, Anda
dapat membuat pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal [omong kosong] dan
membuat orang-orang terkesan oleh betapa dalamnya [pemikiran] Anda."
Kata-kata Sproul ini memang tidak bisa dimutlakkan. Tetapi
bagaimana pun, kejadian seperti ini banyak terjadi. Orang-orang yang memiliki
kedudukan tertentu, jabatan tertentu seringkali menyatakan banyak omong kosong
dan bahkan menyatakan hal-hal yang kontradiksi dan tak masuk akal (absurd),
tetapi tetap saja banyak orang yang menyanjung mereka.
Ini jelas bahaya. Dan dalam dunia teologi orang-orang
seperti itu banyak.
Saran saya, jangan hanya gara-gara kedudukan akademis, gelar
yang mentereng, maka kita menganggap bahwa kata-kata seseorang itu pasti benar.
Gelar akademik, kedudukan akademik tidak menjamin seseorang
mengajarkan hal yang benar. Ujilah segala sesuatu dengan Alkitab, dan jangan
lupa juga gunakan selalu akal sehat.
"Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik" (1
Tesalonika 5:21).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar