Oleh:
Join Kristian Zendrato
Pada seri sebelumnya, saya telah
membahas mengenai ayat-ayat yang menyatakan secara eksplisit mengenai keilahian
Yesus (Seri #Pertama), kemudian saya juga telah membahas mengenai nama-nama
ilahi yang diberikan kepada Yesus (Seri #Kedua). Nah, pada Seri #Ketiga ini,
saya akan memberikan bukti lebih lanjut mengenai keilahian Yesus, dan kali ini,
saya akan berargumentasi bahwa Yesus itu mempunyai sifat-sifat ilahi.
Thomas C. Oden, seorang teolog dari Drew
University, mendefinisikan
sifat-sifat Allah sebagai “kualitas-kualitas yang merupakan natur esensial
Allah dan yang ditemukan di mana pun Allah menyatakan diri-Nya, sifat-sifat
yang dapat dipercaya yang dimiliki Allah sebagai Allah.”[1]
Contoh sifat-sifat Allah adalah kekal, maha tahu, maha kuasa, maha ada, dan
sebagainya. Menariknya, Alkitab melaporkan bahwa sifat-sifat ilahi seperti itu
juga dimiliki oleh Yesus Kristus.
Pertama: Yesus itu Kekal. Alkitab menginformasikan bahwa Yesus
adalah sosok makhluk kekal. Elmer L. Towns pernah menyatakan, “Apa yang tidak
disadari oleh banyak orang adalah bahwa kelahiran-Nya di Betlehem bukanlah
permulaan kehidupan-Nya.”[2]
Hal ini berarti bahwa Yesus telah ada sebelum Ia menjadi manusia. Beberapa bukti
dari Kitab Suci mengenai hal ini akan penulis berikan sebagai berikut: dalam Mikha 5:1b,
yang jelas merupakan suatu nubuat tentang Kristus (bdk. Mat. 2:5-6), dinyatakan
bahwa Mesias itu “permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” KJV
(King James Version) menterjemahkan kalimat terkahir di atas dengan “from of
old, from everlasting” (dari sejak
purbakala, dari kekekalan). NASB (New American Strandar Bible) juga
menterjemahkannya dengan “from long ago, from the days of eternity” (dari dahulu kala, dari kekekalan). Hal
ini jelas menunjukkan bahwa Yesus itu kekal adanya. Di Yohanes 8:58 dinyatakan
bahwa Yesus sudah ada sebelum Abraham, padahal Abraham hidup beberapa ribu
tahun sebelum Kristus lahir. Dalam Injil yang sama pada pasal 17:5 dicatat
bahwa Yesus memiliki kemuliaan di hadapan hadirat Allah sebelum dunia ada.
Di bagian lain dalam Kitab Suci,
yakni dalam Ibrani 1:11-12 tertulis “semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada. ... tetapi Engkau
tetap sama, dan tahun-tahun-Mu tidak berkesudahan.” Bahwa bagian ini
menunjuk kepada Yesus adalah sesuatu yang jelas, karena Ibrani 1:10-12
merupakan sambungan dari Ibrani 1:8-9 (dihubungkan oleh kata “dan” pada
awal Ibr. 1:10), dan Ibrani 1:8 berkata “tentang Anak.” Jadi, dari
ayat ini, dapat disimpulkan bahwa Yesus itu kekal adanya.
Wahyu 1:8 (lihat juga 22:13)
menyebut Yesus sebagai Alfa dan Omega. Mengenai sebutan ini, penafsir Reformed,
William Hendriksen menyatakan:
Bahwa gelar yang mulia ini menunjuk kepada Kristus tidak disangsikan lagi. Baik konteks dekat, sebelum dan sesudah, dari ayat ini menunjuk kepada Kristus (lihat ay. 1:7, 13). … Yohanes mendengar Tuhan Yesus Kristus sendiri berkata kepadanya, “Aku sendiri adalah Alfa dan Omega.” Alfa dan Omega adalah huruf pertama dan terakhir dalam abjad Yunani. Jadi Kristus di sini menyatakan diri-Nya sendiri sebagai sang wahyu Allah yang kekal, lengkap, dan sempurna. Ia seolah-olah berkata, “Aku ada sejak permulaan sampai akhirnya, yaitu, Dia yang kekal. Teguhkan hatimu; musuhmu tidak dapat membinasakan Kristusmu.”[3]
Dalam kitab yang sama, di Wahyu 1:17
diyatakan bahwa Ia (Yesus) adalah “Yang Awal dan Yang Akhir,” dan
Wahyu 22:13 juga menyatakan bahwa Yesus adalah “Yang pertama dan Yang
terkemudian,” dan semua ini jelas menunjukkan bahwa Ia ada dari selama-lamanya
sampai selama-lamanya – kekal (Why. 1:18).
Kedua: Yesus itu tidak berdosa. Alkitab juga menyatakan bahwa Yesus
itu Suci (2 Kor. 5:21; Ibr. 4:15), hal ini sangat kontras dengan keadaan manusia
biasa, yang menurut Alkitab semuanya berdosa (Rm. 3:9-18, 23). Ketiga: Yesus itu Mahakuasa. Hal ini
terlihat dari mujizat-mujizat yang Ia lakukan, seperti membangkitkan orang
mati, menyembuhkan orang sakit, memberi makan lima ribu orang lebih dengan lima
roti dan dua ikan, menenangkan badai, mengubah air menjadi anggur, berjalan di
atas air, mengusir setan, dan sebagainya, menunjukkan kemahakuasaan-Nya. Memang
nabi-nabi dan rasul-rasul tertentu juga melakukan banyak mujizat, tetapi ada
perbedaannya: tidak ada nabi atau rasul yang bisa melakukan mujizat sesuai
kehendaknya sendiri, tetapi Kristus bisa (Yoh. 5:21). Nabi melakukan mujizat
bukan dengan kuasanya sendiri tetapi dengan kuasa Allah, rasul juga demikian
karena mereka melakukan mujizat dengan menggunakan nama Yesus. Tetapi Yesus
melakukan mujizat dengan kuasa-Nya sendiri (bdk. Yoh. 10:18), dan Ia tidak
pernah menggunakan nama orang lain untuk melakukan mujizat. Tidak ada seorangpun
pernah melakukan mujizat sebanyak dan sehebat yang Yesus lakukan (Yoh. 15:24).
Keempat: Yesus itu Mahatahu. Dalam Matius 9:4 dinyatakan bahwa
Yesus mengetahui pikiran orang-orang Yahudi yang jahat. Matius menginformasikan
hal yang sama dalam Matius 12:25. Kemudian di Yohanes 1:48, kala menjawab
pertanyaan Natanael, “Bagaimana Engkau mengenal aku?” Yesus berkata, “Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku
telah melihat engkau di bawah pohon ara.” Ini menunjukkan independensi dari
pengetahuan Yesus. Herman Ridderbos menunjukkan bahwa, “Frasa ‘sebelum Filipus
memanggil engkau’ dapat berarti bahwa Yesus tidak menerima pengetahuan-Nya dari
Filipus.”[4] Kemudian Rasul Yohanes dalam pasal 2:24-25
dari Injilnya menunjukkan bahwa pengetahuan Yesus menembus sampai ke dalam hati
manusia, “Tetapi Yesus
sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka
semua,
dan karena tidak perlu
seorang pun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa
yang ada di dalam hati manusia.” Di Yohanes 6:64, Yohanes menuliskan kalimat
yang secara tegas menyatakan kemahatahuan Yesus Kristus, “Sebab Yesus tahu dari
semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia.”
Kelima:
Yesus itu Mahaada. Kemahaadaan Yesus jelas terlihat dari janji yang Ia
berikan dalam Matius 18:20, “Sebab
di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka.” Dalam Matius 28:20b, Yesus menyatakan bahwa, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir
zaman.” Janji ini tidak mungkin bisa terealisasikan jika Yesus tidak memiliki
sifat ilahi – omnipresence.
Keenam: Tidak berubah.
Ketidak berubahan Yesus ditegaskan oleh penulis surat Ibrani, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin
maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr. 13:8). Sifat-sifat ilahi
yang dimiliki oleh Kristus, secara mutlak membuktikan bahwa Dia adalah Allah
sejati. R.L. Dabney dengan tepat menyimpulkan, “When we see the
incommunicable attributes of God given to Jesus Christ, they compose a more
irresistible proof that He is very God. This is especially strong when those
qualities which God reserves to Himself alone, are ascribed to Jesus Christ” (Terjemahan: Ketika kita melihat atribut-atribut Allah
yang tidak bisa diberikan, diberikan kepada Yesus Kristus, mereka menyusun
sebuah bukti yang tidak dapat ditolak bahwa Ia adalah Allah sejati. Hal ini
khususnya kuat/tegas ketika kualitas-kualitas yang Allah sediakan untuk
diri-Nya sendiri, diperhitungkan kepada Yesus Kristus).[5]
[1]Thomas C. Oden, The Living God: Systematic Theology (1987;
cetak ulang, Peabody, MA: Hendrickson, 1998), 1:35, dikutip dalam Bowman Jr.,
Robert M. dan J. Ed Komoszewski, Menempatkan
Yesus di Takhta-Nya (Putting Jesus in His Place): Pembuktian Atas Keilahian
Yesus ( Malang: Literatur SAAT,
2015), 80.
[2]Elmer L. Towns, Inti Kekristenan: Apa Sebenarnya Kekristenan
Itu? (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2011), 6.
[3]William Hendriksen, Lebih Dari Pemenang: Sebuah Interpretasi
Kitab Wahyu (Surabaya: Momentum, 2010, 58.
[4]Herman Ridderbos, Injil
Yohanes: Suatu Tafsiran Theologis (Surabaya: Momentum, 2012), 98.
[5]Robert L. Dabney, Lectures in Systematic Theology (Grand
Rapids, Michigan: Baker Book House, 1985), 191.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar