Oleh: Join Kristian Zendrato
Tulisan ini masih merupakan lanjutan dari Studi Doktrinal:
Keilahian Yesus. Ini merupakan Seri #Keempat. Dalam seri ini, saya akan
membahas dua hal, yakni: Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus melakukan pekerjaan
ilahi (D), dan Kitab Suci memberikan kehormatan ilahi kepada Yesus (E).
D. KITAB SUCI MENUNJUKKAN BAHWA YESUS MELAKUKAN
PEKERJAAN PEKERJAAN ILAHI
Alkitab memberitahu beberapa
pekerjaan ilahi yang dilakukan oleh Yesus sendiri: penciptaan (Yoh. 1:3; Kol.
1:16; Ibr. 1:2,10), pengampunan dosa (Mat. 9:2-7), penghancuran
segala sesuatu (Ibr. 1:10-12), pembaharuan
segala sesuatu (Fil. 3:21; Why. 21:5) dan juga penghakiman
pada akhir zaman (Mat. 25:31-32; Yoh. 5:22, 27; 2 Kor. 5: 10). Mengenai pekerjaan yang terakhir (penghakiman), saya
akan memberikan beberapa komentar berikut ini:
Bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada
akhir zaman, menunjukkan bahwa Ia juga adalah Allah sendiri. Mengapa? Karena, jumlah manusia yang pernah hidup dalam dunia
ini sejak dari zaman Adam dan Hawa sampai kedatangan Kristus yang kedua kalinya
adalah begitu banyak. Kalau Kristus bukanlah
Allah sendiri, bagaimana mungkin Ia bisa menghakimi begitu banyak manusia itu
dengan adil?
Ada begitu banyaknya faktor yang
harus dipertimbangkan dalam menjatuhkan hukuman kepada orang-orang berdosa
seperti: banyaknya dosa yang dilakukan
seseorang. Orang yang dosanya sedikit tentu tak bisa disamakan hukumannya
dengan orang yang dosanya banyak. Tingkat
dosanya juga perlu dipertimbangkan. Misalnya,
dosa membunuh dan mencuri tentu tidak sama hukumannya (bdk. Kel. 21:12 dan Kel.
22:1). Tingkat pengetahuannya juga mempengaruhi
berat ringannya hukuman. Makin banyak
pengetahuan Firman Tuhan yang dimiliki seseorang, makin berat hukumannya kalau
ia berbuat dosa (Luk. 12:47-48).
Demikian juga pada saat mau memberi
pahala kepada orang-orang yang benar, pasti ada banyak hal yang harus
dipertimbangkan, seperti: banyaknya perbuatan baik yang dilakukan, jenis
perbuatan baik yang dilakukan, besarnya pengorbanan pada waktu melakukan
perbuatan baik, motivasinya dalam melakukan perbuatan baik itu, dan sebagainya.
Untuk bisa melakukan semua ini
dengan benar, maka Hakim itu haruslah seseorang yang maha tahu, maha bijaksana
dan maha adil, dan karena itu Ia harus adalah Allah sendiri! Sesuatu yang
menarik bahwa dalam Yohanes 5:22, 27 dinyatakan bahwa Bapalah yang menyerahkan
tugas penghakiman itu kepada Yesus. Maka tentunya, Bapa tidak begitu bodoh
dengan memberikan tugas kepada seorang manusia biasa, di mana pada hakikatnya
tugas itu sendiri hanya bisa dilakukan oleh Allah sendiri. R. L. Dabney dengan
tepat menyatakan, “For it is in the nature of things simply
impossible that a finite nature should receive infinite endowments” (Terjemahan:
Karena dalam naturnya, suatu hal secara sederhana, mustahil bahwa suatu natur yang terbatas bisa menerima
karunia-karunia yang tidak terbatas).[1]
E. KITAB SUCI MEMBERIKAN KEHORMATAN
ILAHI KEPADA YESUS
Dalam Yohanes 5:23 tertulis, “supaya semua orang menghormati Anak sama
seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga
tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.” Ayat ini secara jelas
mengidentikkan penghormatan kepada Yesus sebagai penghormatan kepada Bapa. Hal
ini bisa terjadi hanya jika Yesus memang benar-benar Allah. Kemudian dalam Yohanes 14:1, Yesus sendiri menuntut kepercayaan
murid-murid-Nya kepada Allah dan kepada-Nya
sendiri. Kemudian,
nama-Nya disejajarkan dengan pribadi-pribadi lain dari Allah Tritunggal (Mat.
28:19; 2 Kor. 13:13).
Robert
M. Bowman Jr. dan J. Ed Komoszewski memberikan bukti lain mengenai penghormatan ilahi yang
ditujukan kepada Yesus. Pertama-tama, mereka menyatakan bahwa dalam Alkitab,
banyak doksologi[2]
yang ditujukan kepada Allah, misalnya dalam 1 Tawarikh 29:10-11:
Lalu Daud memuji TUHAN di depan mata segenap jemaah itu. Berkatalah Daud: “Terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allahnya bapa kami Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala.”
Ada beberapa
bagian Kitab suci lainnya yang berisikan mengenai doksologi kepada Allah,
seperti: Mazmur 72:18-19; Roma 11:36; Galatia 1:4b-5; Filipi 4:20.[3]
Kemudian, Bowman Jr. dan Komoszewski menyatakan
bahwa, “Yang mengejutkan, PB berisi doksologi-doksologi yang persis sama
seperti di atas namun kemuliaan ditujukan kepada Yesus Kristus.”[4]
Setelah itu, Bowman Jr. dan Komoszewski memberikan beberapa contoh doksologi
yang ditujukan kepada Yesus, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin (Ibr. 13:20-21).
Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya (2 Ptr. 3:18).[5]
Bahkan dalam
kitab Wahyu, doksologi atau himne-himne pujian kepada Yesus Kristus, yang
dikenal sebagai Anak Domba, dan himne doksologi kepada Allah disebutkan dalam
kitab yang sama. Perhatikan misalnya beberapa ayat berikut ini.
Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan (Why. 4:11).
Katanya dengan suara nyaring: “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (Why. 5:12-13)
Dalam Wahyu 4:11, doksologi ditujukan
kepada Allah, tetapi dalam Wahyu 5:12-13, doksologi ditujukan kepada Yesus.
Mengenai hal ini, Matthias Hoffmann, menyatakan bahwa, “Kebanyakan predikat
dalam doksologi-doksologi yang ada tampaknya tidak membedakan antara Allah dan
Anak Domba, namun sebaliknya secara umum mengekspresikan kesetaraan status dari
keduanya.”[6]
Jadi, dalam Alkitab, doksologi ditujukan
kepada Allah Bapa dan juga kepada Yesus, dan hal ini
menunjukkan dengan jelas bahwa Yesus setara dengan Allah. Bowman Jr. dan
Komoszewski menyimpulkan dengan tepat, “Dengan menempatkan doksologi-doksologi kepada Allah dan Kristus secara berdampingan, atau
hanya kepada Kristus, maka para penulis PB sedang meninggikan Yesus Kristus
pada tingkatan yang setara dengan Allah.”[7]
Selanjutnya,
dalam beberapa perikop Kitab Suci, Yesus ditampilkan sebagai sosok yang
disembah. Setelah kebangkitan-Nya, Matius melaporkan, “Ketika melihat Dia
mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu” (Mat. 28:17).
Menariknya, setelah penyembahan itu, Yesus melanjutkan dengan meyakinkan para
murid-Nya bahwa mereka tidak melakukan kekeliruan dengan menyatakan otoritas
universal-Nya: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi”
(Mat. 28:18), bahkan Ia melanjutkan dengan berjanji, “ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20).
Menarik untuk disimak bahwa
peristiwa di atas sangat kontras dengan pencobaan Yesus, di mana Iblis
meminta-Nya untuk menyembahnya. Bowman Jr. dan Komoszewski menjelaskan kontras
antara dua peristiwa ini dengan cara yang memikat. Mereka menulis,
Jika kita membandingkan bagian akhir Injil Matius dengan laporan tentang pencobaan Setan yang ketiga kepada Yesus, kita mendapatkan konfirmasi tambahan bahwa apa yang dilakukan oleh para murid sebenarnya adalah sebuah penyembahan. Si Jahat telah menawari Yesus untuk “memberikan” “seluruh kerajaan dunia dengan kemegahannya” jika Yesus mau “menyembah”-nya – sebuah tawaran yang ditolak Yesus. Setelah kebangkitan-Nya, ketika murid-murid “menyembah:-Nya, Yesus menyatakan bahwa “segala kuasa di sorga dan di bumi” telah “diberikan” kepada-Nya (tentu saja oleh Bapa). Apa yang Yesus tolak dari Si Jahat, Ia terima dari Bapa; dan alih-alih memberikan penyembahan kepada Si Jahat, Yesus justru menerima penyembahan dari murid-murid-Nya.[8]
Lebih
mengejutkan lagi bahwa dalam kitab Ibrani Allah sendiri memerintahkan malaikat
untuk menyembah Yesus , “Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke
dunia, Ia berkata: “Semua malaikat Allah harus menyembah Dia”” (Ibr. 1:6).
Kontras dengan hal-hal ini, Petrus justru menolak penyembahan yang dilakukan
oleh Kornelius kepadanya (Kis. 10:25). Lukas menulis, “Tetapi Petrus menegakkan
dia, katanya: “Bangunlah, aku hanya manusia saja” (Kis. 10:26). Kemudian ketika
Yohanes mau menyembah malaikat, ia justru ditegur, dan malaikat tersebut
mengarahkan Yohanes untuk menyembah Allah (Why.
19:10; 22:9). Jadi, seperti dinyatakan oleh Bowman Jr. dan Komoszewski, “Dengan menolak praktik penyembahan
malaikat, kitab Wahyu mempertegas bahwa praktik penyembahan kepada Yesus telah
menempatkan-Nya pada posisi yang sejajar dengan Allah.”
Rasul Paulus akhirnya menyatakan dalam
suratnya kepada jemaat di Filipi bahwa suatu saat, “dalam nama Yesus bertekuk
lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah
bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan
Allah, Bapa!” (Flp. 2:10-11). Kemudian Rasul Yohanes menulis,
Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! (Why. 5:12-13)
Semua hal ini jelas membuktikan bahwa
Yesus adalah Allah. Dengan mengutip kata-kata dari Bowman
Jr. dan Komoszewski, kesimpulannya
adalah:
Berita dari PB sangatlah jelas: Memberikan penyembahan kepada Yesus, sebuah tindakan yang layak diberikan kepada Allah, adalah tindakan yang tepat secara sempurna. Murid-murid Yesus menyembah-Nya, malaikat-malaikat menyembah-Nya (sementara mereka sendiri menolak penyembahan yang sama yang ditujukan kepada mereka), dan pada akhirnya setiap orang akan menyembah-Nya.[9]
[1]R. L. Dabney,
Lectures in Systematic Theology (Grand
Rapids, Michigan: Baker Book House, 1985), 191.
[2]Doksologi adalah
rancangan doa pujian kepada Allah, sebuah pengakuan akan kemuliaan dan
kehormatan yang layak diterima Allah. Lihat Robert M. Bowman Jr. dan J. Ed Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya (Putting
Jesus in His Place): Pembuktian Atas Keilahian Yesus (Malang: Literatur
SAAT, 2015), 33.
[3]Bowman Jr. dan
Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya,
33-34.
[4]Bowman Jr. dan
Komoszewski, Menempatkan Yesus di
Takhta-Nya, 34.
[5]Bowman Jr. dan
Komoszewski, Menempatkan Yesus di
Takhta-Nya, 34.
[6]Matthias Reinhard
Hoffmann, The Destroyer and the Lamb: The Relationship Between
Angelomorphic and Lamb Christology in the Book of Revelation, WUNT 2.1203
(Tubingen: Mohr Siebeck, 2005), 162, dikutip Bowman Jr. dan Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya,
35.
[7]Bowman Jr. dan
Komoszewski, Menempatkan Yesus di
Takhta-Nya, 36.
[8]Bowman Jr. dan
Komoszewski, Menempatkan Yesus di
Takhta-Nya, 40.
[9]Bowman Jr. dan
Komoszewski, Menempatkan Yesus di
Takhta-Nya, 46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar