Banyak orang yang sepertinya menyanjung moral Kristus dan mau
meneladani-Nya, tetapi tidak mengakui-Nya sebagai Juruselamat yang mati untuk
menebus dosa mereka. Sikap seperti ini merupakan sikap yang setengah-setengah. Kristus
harus pertama-tama menjadi Juruselamat kita, kemudian barulah Dia bisa menjadi
teladan bagi kita. Ajith Fernando, seorang teolog Injili dari Srilanka, pernah
menceritakan sebuah kisah yang menyentuh mengenai permasalahan ini dalam
bukunya The Supremacy of Christ (buku
ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Momentum dengan
judul Supremasi Kristus). Kisah ini
diadaptasi oleh Ajith Fernando dari seorang yang bernama Dr. Robert Coleman. Kisah
ini bisa ditemukan pada halaman 161 dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia. Berikut
kisahnya!
Dr. Robert Coleman bercerita mengenai Dr. Charles Berry,
yang juga seorang pengkhotbah penting di generasi yang lalu. Dididik dalam
lingkungan theologis yang liberal, dia bergumul dengan konsep penebusan,
pengorbanan Kristus sebagai pengganti. Dia melihat Kristus sebagai seorang guru
moral yang besar. Dia melihat kekristenan pada intinya sebagai kehidupan yang
baik.
Pada suatu malam dalam pelayanan pertamanya di Inggris, saat
sedang duduk belajar, dia mendengar suara ketukan. Setelah membuka pintu, dia
menemukan seorang anak perempuan Lanchashire yang berpakaian buruk. Anak itu
bertanya, “Apakah Anda seorang pendeta?” Ketika dia menjawab “Ya,” anak itu
berkata, “Cepat, Anda harus ikut dengan saya. Saya ingin Anda membawa masuk ibu
saya.” Dia mengira ini seperti kasus wanita mabuk di jalan. Dia berkata, “Mengapa
tidak memanggil polisi?” Anak itu menjawab, “Tidak, ibu saya sedang sekarat,
dan anda harus secepatnya ikut dengan saya dan membawanya ke surga.”
Pendeta muda ini pergi bersama anak itu dan berdiri di
samping ibunya. Dia berlutut di samping ibu itu dan mulai menggambarkan
kebaikan Yesus, menjelaskan kedangan-Nya untuk menunjukkan bagaimana hidup yang
tidak egois. Tiba-tiba wanita itu berkata, “Pendeta, hal itu tidak berguna bagi
orang seperti saya. Saya seorang berdosa. Saya telah menjalani hidup saya
sebagai seorang berdosa. Bisakah Anda memberi tahu saya mengenai seorang yang
bisa berbelas kasih terhadap saya dan menyelamatkan jiwa saya yang malang ini?”
Dr. Berry berkata, “Saya berdiri di sana, di hadapan seorang
wanita yang sedang sekarat, dan tidak bisa berkata-kata lagi. Untuk bisa
mengatakan sesuatu pada wanita ini saya meloncat kembali ke pangkuan ibuku, ke
iman masa kecilku, dan menceritakan kepada wanita ini tentang salib dan Kristus
yang mampu menyelamatkan.”
Air mata mulai membasahi pipi wanita ini. Dia berkata, “Anda
telah menceritakannya, sekarang Anda benar-benar menolong saya.” Beginilah Dr.
Berry mengakhiri kisahnya: “Saya ingin Anda tahu kalau saya membawanya masuk
dan puji Tuhan, saya juga membawa diri saya masuk.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar