Oleh: Join Kristian Zendrato
Saya melihat di Facebook banyak orang Arminian yang tidak
menyetujui salah satu ajaran Calvinisme (Reformed) yakni tentang penetapan
Allah atas segala sesuatu termasuk dosa, terus menerus menggunakan Yeremia 7:31
untuk menolak ajaran Calvinisme tersebut. Bahkan seseorang dari GBIA Graphe
menyebut ayat ini sebagai ayat yang ditakuti oleh Calvinisme.
Yeremia 7:31 tersebut berbunyi demikian: "Mereka telah
mendirikan bukit pengorbanan yang bernama Tofet di Lembah Ben-Hinom untuk
membakar anak-anaknya lelaki dan perempuan, suatu hal yang tidak pernah
Kuperintahkan dan yang tidak pernah timbul dalam hati-Ku."
Nah, berdasarkan ayat ini, orang-orang Arminian berkata
bahwa karna tindakan pembakaran anak-anak sebagai korban (yang adalah dosa)
tidak pernah diperintahkan Tuhan dan tidak pernah timbul dalam hati Tuhan, maka
Tuhan pasti tidak menetapkan terjadinya dosa seperti ajaran Calvinisme.
Apakah benar demikian? Apakah benar bahwa Yeremia 7:31 ini
bertentangan dengan ajaran Calvinisme tentang penetapan Allah atas segala
sesuatu termasuk dosa?
Sebelum menjawab hal ini, ada baiknya saya menjelaskan
sedikit mengenai ajaran bahwa Allah menetapkan segala sesuatu termasuk dosa.
Calvinisme memang mengajarkan bahwa dalam kekekalan, sebelum
segala sesuatu ada, Allah telah menetapkan apapun yang terjadi termasuk dosa.
Penetapan ini semata-mata didasarkan pada kehendak Allah sendiri. Jadi, segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik yang sudah, sedang, dan yang akan
terjadi merupakan realisasi dari ketetapan Allah dalam kekekalan.
Ajaran Calvinisme ini timbul karena fakta bahwa dalam
Alkitab Allah digambarkan sebagai Dia yang "di dalam segala sesuatu
bekerja menurut keputusan kehendak-Nya" (Efesus 1:11). Ini jugalah yang
membuat Yesus sendiri mengajarkan bahwa burung pipit tidak akan jatuh ke bumi
tanpa dikehendaki oleh Allah (Matius 10:29-30).
Jika ada satu saja yang terjadi diluar ketetapan Allah maka
hal itu berada diluar kontrol Allah. Dan jika ada sesuatu yang berada di luar kontrol
Allah maka sesuatu itu melebihi kuasa Allah. Dan jika ada yang melebihi kuasa
Allah hal itu membuat Allah tidak sempurna. Kalau Dia tidak sempurna maka Dia
terbatas. Kalau Dia terbatas maka Dia bukan Allah. Dan dengan demikian kita
harus mempercayai ateisme.
Berkenaan dengan dosa, Alkitab juga menyatakan bahwa itu
adalah ketetapan Allah. Contoh yang paling terang mengenai penetapan Allah atas
dosa adalah penyaliban Yesus. Penyaliban Yesus merupakan kejahatan atau dosa
terbesar. Tetapi bagaimanapun, penyaliban Kristus merupakan rencana dan
ketetapan Allah sejak semula. Petrus berkata dalam khotbahnya bahwa "Dia
[Yesus] diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya" (Kis. 2:23).
Dalam kasus pengkhianatan Yudas Iskariot kita menemukan
kasus yang sama. Pengkhianatan Yudas jelas merupakan dosa besar. Tetapi apa
kata Firman Allah? Perhatikan: "Sebab Anak Manusia memang akan pergi
seperti yang telah ditetapkan" (Lukas 22:22). Jelas bahwa pengkhianatan
Yudas sudah ditetapkan oleh Allah.
Jadi dari penjelasan singkat ini kita mengerti bahwa Allah
memang menetapkan segala sesuatu termasuk dosa.
Meskipun demikian, Calvinisme tetap mengajarkan bahwa
walaupun Allah telah menetapkan segala sesuatu tetapi manusia tetap
bertanggungjawab.
Dalam kasus penyaliban Yesus, meskipun penyaliban itu telah
ditetapkan tetapi semua manusia yang terlibat dalam penyaliban itu tetap
dianggap bersalah. Logika mengajar kita bahwa seharusnya jika demikian maka
Allahlah yang salah. Tetapi Firman Tuhan berkata, "Dia yang diserahkan
Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh
tangan bangsa-bangsa durhaka" (Kisah Para Rasul 2:23). Perhatikan bahwa
kata-kata "Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya"
menunjuk pada penetapan Allah. Sedangkan kata-kata "telah kamu salibkan
dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka" menunjukkan bahwa
manusia tetap dianggap bersalah dan dengan demikian mereka bertanggungjawab.
Penggambaran ini mirip dengan Kisah Para Rasul 4:27-28,
"Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius
Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus,
Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi,
untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan
dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu."
Pada awal ayat di atas penekanannya adalah tanggungjawab
manusia (Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan
Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan
Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi). Tetapi hal ini segera disusul
dengan fakta bahwa semua itu adalah ketetapan Allah (untuk melaksanakan segala
sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu).
Penempatan yang berdampingan antara penetapan Allah dan
tanggungjawab manusia juga terlihat dalam kasus Yudas yang telah disinggung di
atas. Mari kita perhatikan ayatnya secara menyeluruh: "Sebab Anak Manusia
memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang
yang olehnya Ia diserahkan!" (Lukas 22:22). Jadi meskipun pengkhianatan
Yudas telah ditetapkan (Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah
ditetapkan), hal itu tidak membebaskan Yudas dari tanggungjawab (akan tetapi,
celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!).
Jadi dalam kasus dosa, disatu sisi Allah memang membenci
dosa (itu sangat jelas dalam Alkitab) sehingga Ia memerintahkan manusia untuk
menjauhi dosa, tetapi disisi lain Allah juga telah menetapkan terjadinya dosa
(seperti yang telah saya jelaskan di atas). Ini tidak sengaja dibuat-dibuat.
Tetapi ini adalah kesimpulan dari penyelidikan Firman Allah.
Hal inilah yang menuntun Calvinisme untuk membedakan dua
kehendak Allah. Ada kehendak-Nya yang dinyatakan dalam Alkitab
(perintah-perintah-Nya seperti jangan membunuh, jangan berzinah, dsb) dan ada
kehendak-Nya yang tersembunyi (ketetapan kekal-Nya). Kehendak Allah dalam arti
yang pertama bisa saja dilanggar tetapi kehendak Allah dalam arti kedua tidak
bisa gagal atau dilanggar (Ayub 42:2).
Contohnya. Allah jelas melarang perzinahan (Keluaran 20:14).
Ini adalah kehendak-Nya yang dinyatakan. Tetapi dalam kasus tertentu, Allah
menetapkan dosa perzinahan. Perhatikan 2 Samuel 12:11-12, "Beginilah
firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari
kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan
memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di
siang hari. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan
melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan."
Kata-kata keras ini merupakan hukuman kepada Daud setelah ia berzinah kepada
Batsyeba. Dan ketika firman ini tergenapi, kita membaca: "Maka
dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu Absalom menghampiri
gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel" (2 Samuel 16:22).
Jadi, Absalomlah, anak Daud sendiri, yang menggenapi hukuman Tuhan itu. Dia
meniduri istri-istri Daud, dan itu jelas merupakan perzinahan.
Jadi, Allah melarang dan membenci perzinahan (kehendak-Nya
yang dinyatakan), tetapi Ia menetapkan perzinahan Absalom dengan istri-istri
ayahnya (kehendak-Nya yang tersembunyi).
Jadi memang Alkitab mengajarkan bahwa ada dua kehendak pada
Allah. Jadi jika kita membaca Alkitab, kita harus bisa membedakan dua kehendak
Allah ini. Pembedaan ini penting demi menampung semua data Alkitab.
Arminianisme boleh saja mencemoohnya, tetapi mereka jelas tidak jujur terhadap
data-data Alkitab. Mereka hanya mau menyinggung ayat-ayat yang menekankan
tanggungjawab manusia tetapi mengabaikan ayat-ayat yang lain (mereka mirip
apologet-apologet Islam yang mengambil ayat-ayat tertentu dalam Alkitab yang menunjukkan
bahwa Yesus adalah manusia untuk membuktikan bahwa Yesus bukan Allah).
Jadi singkatnya, Calvinisme mengajarkan bahwa Allah
menetapkan segala sesuatu termasuk dosa dan manusia bertanggungjawab. Ajaran
ini memang kelihatannya tidak masuk akal dan bermasalah dan bertentangan.
Calvinisme menyadari itu dan tidak sok-sok-an menganggap bahwa mereka telah
memberikan jalan keluar yang sempurna dari masalah itu. Tidak! Calvinisme hanya
mengaminkan apa yang diajarkan Alkitab.
Profesor Louis Berkhof menegaskan bahwa "... Alkitab
sesungguhnya tidaklah berdasarkan anggapan bahwa ketetapan Allah tidak
konsisten dengan keadaan manusia sebagai pelaku bebas. Alkitab jelas
mengungkapkan bahwa Allah telah menetapkan tindakan bebas manusia, akan tetapi
juga bahwa manusia sebagai pelaku juga bebas dan dengan demikian
bertanggungjawab atas tindakan mereka sendiri, Kej. 50:19, 20; Kis. 2:23; 4:27,
28. Telah ditentukan bahwa orang Ibrani harus menyerahkan Yesus; akan tetapi
mereka benar-benar bebas dalam tindakan mereka yang jahat, dan memegang
tanggungjawab atas perbuatan jahat mereka ini. Tidak ada satu indikasipun dalam
Alkitab bahwa para penulis yang mendapat inspirasi Roh Kudus menyadari adanya
kontradiksi dalam hubungan dengan hal-hal ini, para penulis tersebut tak pernah
berusaha untuk mengharmoniskan keduanya. Kenyataan ini jelas dapat mencegah
kita untuk menganggap bahwa hal ini saling berkontradiksi, kendatipun kita
tidak dapat menyatukan kedua kebenaran ini" (Prof. Louis Berkhof, Teologi
Sistematika 1 [2013], hal. 191-192).
Sekarang, mari kita kembali ke Yeremia 7:31. Berdasarkan
ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, kita menegaskan bahwa segala sesuatu termasuk
dosa pembakaran anak-anak yang diceritakan dalam Yeremia 7:31 telah ditetapkan
dalam kekekalan (ingat kehendak yang kedua), tetapi fakta bahwa ayat itu
menyatakan bahwa dosa itu "tidak pernah Kuperintahkan" menunjukkan
bahwa ayat itu sedang berbicara mengenai kehendak Allah dalam arti yang pertama
seperti yang telah saya jelaskan di atas.
Sama seperti dalam kasus perzinahan Absalom yang telah saya
singgung di atas. Allah melarang perzinahan dan tidak memerintahkannya
(kehendak Allah yang pertama), tetapi Allah juga menetapkan dosa perzinahan
Absalom (kehendak Allah yang kedua). Demikian juga, Yeremia 7:31 hanya berbicara
mengenai kehendak Allah dalam arti yang pertama. Ia melarang dosa pembakaran
anak-anak itu seperti Dia melarang perzinahan. Tetapi dalam kehendak-Nya yang
lain Dia sebenarnya telah menentukan terjadinya dosa, termasuk dosa pembakaran
anak-anak itu sama seperti Ia telah menentukan dosa perzinahan Absalom dengan
istri-istri Daud.
Jika ada yang keberatan dengan penjelasan ini, lalu
bagaimana ia mengharmoniskan Yeremia 7:31 itu dengan Hakim-hakim 9:22-23,
"Setelah tiga tahun lamanya Abimelekh memerintah atas orang Israel, maka
Allah membangkitkan semangat jahat di antara Abimelekh dan warga kota Sikhem,
sehingga warga kota Sikhem itu menjadi tidak setia kepada Abimelekh."
Dalam ayat di atas dikatakan bahwa "Allah membangkitkan semangat jahat."
Juga dalam Yesaya 10:5-6 dikatakan, "Celakalah Asyur,
yang menjadi cambuk murka-Ku dan yang menjadi tongkat amarah-Ku! Aku akan
menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan
umat sasaran murka-Ku, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk
menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan." Dalam ayat ini dikatakan
bahwa Allah "menyuruh" dan "memerintahkan" Asyur untuk
melawan Israel.
Bahkan dalam Yeremia 25:9 dinyatakan, "sesungguhnya,
Aku akan mengerahkan semua kaum dari utara — demikianlah firman TUHAN —
menyuruh memanggil Nebukadnezar, raja Babel, hamba-Ku itu; Aku akan
mendatangkan mereka melawan negeri ini, melawan penduduknya dan melawan
bangsa-bangsa sekeliling ini, yang akan Kutumpas dan Kubuat menjadi kengerian,
menjadi sasaran suitan dan menjadi ketandusan untuk selama-lamanya." Dalam
ayat ini Allah dikatakan "mengerahkan kaum dari utara" untuk melawan
bangsa Yehuda.
Jadi, tiga ayat di atas secara positif mengatakan bahwa
"Allah membangkitkan semangat jahat" (Hakim-hakim 9:22-23), Allah
"menyuruh" dan "memerintahkan" Asyur untuk melawan Israel
(Yesaya 10:5-6), dan Allah "mengerahkan kaum dari utara" untuk
melawan bangsa Yehuda (Yeremia 25:9).
Sekarang, bukankah ketiga ayat diatas seolah-olah
bertentangan dengan Yeremia 7:31 yang justru secara negatif berkata bahwa Allah
tidak memerintahkan dosa itu? Bukankah tiga ayat di atas (Hakim-hakim 9:22-23;
Yesaya 10:5-6; Yeremia 25:9) menegaskan bahwa Allah "membangkitkan,"
"menyuruh," "memerintahkan," "mengerahkan"
tindakan berdosa, dan sedangkan Yeremia 7:31 menegaskan bahwa Allah tidak
memerintahkan tindakan dosa?
Bagi Calvinisme, di sini tidak ada masalah, karena
Calvinisme mengajarkan bahwa memang ada dua kehendak pada Allah. Untuk
Hakim-hakim 9:22-23; Yesaya 10:5-6; Yeremia 25:9 berlaku kehendak Allah yang
kekal (ketetapan Allah atas dosa) sedangkan dalam Yeremia 7:31 berlaku kehendak
Allah yang dinyatakan.
Jadi Calvinisme tidak mengada-ngada dalam hal ini.
Calvinisme jelas memperhitungkan semua data Alkitab baru mengambil kesimpulan.
Silakan orang Arminian yang menolak dua kehendak pada Allah
memikirkan hal ini. Dan saya kepengen tau bagaimana mereka mengharmoniskan
ayat-ayat seperti Hakim-hakim 9:22-23; Yesaya 10:5-6; Yeremia 25:9 dengan
Yeremia 7:31.
Lalu sekarang, bagaimana dengan kata-kata selanjutnya dalam
Yeremia 7:31 yang berbunyi, "tidak pernah timbul dalam hati-Ku." Saya
menduga bahwa orang Arminian mengartikan ayat ini bahwa dosa pengorbanan
anak-anak itu tidak pernah terpikirkan oleh Tuhan sebelumnya. Jika ini adalah
artinya maka ini ngawur karena Allah itu mahatahu sehingga Ia tidak pernah
terkejut, dan karena Ia mahatahu maka segala sesuatu sebenarnya telah
terpikirkan oleh-Nya. Jika ada satu saja yang tidak terpikirkan oleh-Nya maka
Allah kehilangan kemahatahuan-Nya.
Jadi tidak mungkin kata-kata "tidak pernah timbul dalam
hati-Ku" diartikan "tidak pernah terpikirkan oleh Tuhan
sebelumnya." Menurut saya arti kata-kata itu adalah bahwa Allah tidak
senang dengan dosa pengorbanan anak-anak itu dalam api. Jika itu artinya, lalu
apakah tidak bertentangan dengan ajaran Calvinisme yang mengajarkan bahwa Allah
menetapkan dosa? Jika Allah telah menetapkan dosa, kenapa Ia tidak senang
dengan ketetapan-Nya sendiri?
Ingat bahwa meskipun Allah menetapkan dosa itu, tetapi pada
saat dosa itu terjadi Allah tidak senang terhadap dosa itu. Allah menetapkan
Yudas untuk menyerahkan Yesus, tapi Allah sendiri tidak senang dengan dosa
Yudas tersebut (Lukas 22:22). Allah menetapkan Yesus disalib oleh Pilatus,
pemimpin Yahudi, dsb., tetapi Allah jelas tidak senang dengan dosa tersebut
(Kisah Rasul 2:23; 4:27-28).
Lagi-lagi, ini semua kelihatannya bertentangan, tetapi
Alkitab mengajarkan dua hal yang kelihatan bertentangan itu. Calvinisme jujur
dalam menghadapi data-data Alkitab, sedangkan Arminianisme tidak.
Jadi, bagi saya pribadi, Yeremia 7:31 tidak bertentangan
dengan doktrin penetapa Allah atas segala sesuatu termasuk dosa.
Sebagai penutup, saya memberi penegasan bahwa meskipun saya
dan Calvinisme percaya bahwa Allah menetapkan segala sesuatu termasuk dosa,
tetapi pada saat dosa itu terjadi Allah tidak bersalah sama sekali. Sedangkan
manusia harus dipersalahkan dan bertanggungjawab atas dosanya. Demikian kata
Firman Allah.
Juga, Arminianisme tidak boleh hanya mengambil satu ayat seperti
Yeremia 7:31 dan menutup mata terhadap semua ayat-ayat lain dari Alkitab yang
menegaskan bahwa Allah menetapkan dosa (seperti Hakim-hakim 9:22-23; Yesaya
10:5-6; Yeremia 25:9; Lukas 22:22, Kisah Rasul 2:23; 4:27-28; dsb). Sebenarnya, inilah yang dilakukan
Arminianisme selama ini uscue et uscue (selalu dan terus menerus). Mereka
benar-benar tidak jujur dalam menangani keseluruhan data Alkitab. Mereka tidak
terlalu berbeda dengan apologet-apologet Islam yang hanya memperhatikan
teks-teks Alkitab yang menunjukkan kemanusiaan Yesus, dan kemudian bersorak
kegirangan seolah-olah dengan ayat-ayat yang sebagian itu mereka telah
membuktikan bahwa Yesus bukan Tuhan. Baik Arminianisme dalam persoalan
penetapan dosa dan apologet-apologet Islam dalam persoalan ketuhanan Yesus
melakukan hal yang sama: menekankan teks tertentu, dan menutup mata mereka
terhadap teks lain. Anehnya, orang Arminian tidak setuju dengan
apologet-apologet Muslim dalam persoalan ketuhanan Yesus, tetapi lebih aneh
lagi, mereka juga menerapkan standar yang sama dalam persoalan penetapan dosa.
Mungkin inilah yang disebut dengan "benci-benci tapi rindu."