Kamis, 10 Januari 2019

HERMAN BAVINCK: ARGUMENTASI UNTUK MENOLAK PENEBUSAN UNIVERSAL ALA ARMINIANISME

Oleh: Join Kristian Zendrato 

Berikut ini adalah kutipan langsung dari tulisan Herman Bavinck yang berisikan tentang gambaran betapa buruk dan tidak Alkitabiahnya pandangan penebusan universal yang dipercayai oleh Arminianisme. Perlu saya tambahkan bahwa dalam keseluruhan kutipan di bawah ini, jika Bavinck menggunakan kata-kata “kaum universalis,” atau “universalisme,” maka yang dia maksudkan adalah pandangan Arminianisme (yang mengatakan bahwa Yesus mati untuk semua orang tanpa terkecuali), bukan untuk merujuk kepada paham yang mengajarkan bahwa pada akhirnya semua orang akan diselamatkan. Saya harap hal ini bisa dimengerti dengan baik. 

Herman Bavinck menulis:

“Ada suatu kaitan yang tidak terpisahkan yang serupa antara pemerolehan dan penerapan keselamatan. Semua manfaat kovenan anugerah adalah terkait (Rm. 8:28-34) dan mengapatkan dasar di dalam kematian Kristus (Rm. 5:8-11). Pendamaian di dalam Kristus membawa serta keselamatan dan keterberkatan. … Penerapan keselamatan harus terekstensi sama luasnya dengan pemerolehannya. Penerapan tercakup di dalamnya dan merupakan perkembangannya yang niscaya.
  
Hal ini memang benar adanya sesuai natur kasusnya. Jika Yesus adalah benar-benar Juruselamat, Ia harus pula sungguh-sungguh menyelamatkan umat-Nya, bukan secara potensial tetapi secara riil dan dalam kenyataan, seutuhnya dan secara kekal. Hal inilah yang sebenarnya membentuk perbedaan inti antara para pendukung dan penentang pemuasan (pendamaian) partikuler. Perbedaan ini didefinisikan secara tidak tepat atau setidaknya jauh dari lengkap ketika orang merumuskannya secara eksklusif dalam pertanyaan apakah Kristus mati dan melakukan pemuasan tuntutan keadilan Allah bagi semua manusia atau hanya bagi kaum pilihan. … Isu yang sebenarnya terkait dengan nilai dan kuasa persembahan korban Kristus, natur karya keselamatan. Menyelamatkan, kata kaum Reformed, berarti menyelamatkan dengan sungguh-sungguh, sepenuhnya, untuk kekekalan. Hal ini secara logis muncul dari kasih Bapa dan anugerah Anak. Orang-orang yang Allah kasihi dan yang baginya Kristus melakukan pemuasan diselamatkan tanpa gagal. Kita harus membuat pilihan: entah Allah mengasihi semua orang dan Kristus melakukan pemuasan bagi semua orang – dan kemudian mereka semua, tanpa gagal, akan diselamatkan – atau Kitab Suci dan pengalaman membuktikan bahwa bukan hal ini kenyataannya. … 

Maka, mereka mengambil pendirian yang teguh untuk melawan kaum universalis, pertama-tama bukan karena kaum universalis membuat pendamaian bisa berlaku bagi semua, tetapi terutama karena, dengan berbicara seperti yang mereka lakukan, mereka mulai mengembangkan suatu pandangan yang sangat berbeda tentang karya keselamatan dan bersikap kurang adil terhadap nama Yesus. Di dalam logika ada aturan: “Semakin besar ekstensinya, semakin lemah genggamannya” (quo maior extensio, minor comprehensio), dan aturan ini, yang berlaku di dalam berbagai bidang, juga berlaku di sini. Dengan pura-pura menghormati karya Kristus, para pendukung pendamaian universal mulai melemahkan, memperkecil, dan melimitasi pendamaian tersebut. Karena jika Kristus melakukan pemuasan bagi semua orang, maka pemerolehan keselamatan tidak secara niscaya mengimplikasikan penerapannya, kecuali kita memegang gagasan Origen bahwa suatu hari semua manusia akan sungguh-sungguh diselamatkan. Tetapi bukan ini yang dikatakan oleh para pendukung pendamaian universal. Seperti kaum Reformed, mereka berasumsi bahwa banyak orang, di dalam dan di luar lingkaran di mana Injil diberitakan baik dulu maupun sekarang, adalah terhilang. Maka, penerapan keselamatan dilepaskan dari pemerolehannya; hal itu adalah suatu tambahan aksidental, bukan implikasi logis dan natural. Oleh karena itu, Allah telah menetapkan Anak-Nya untuk mati di salib tanpa rencana yang definit untuk menyelamatkan siapa pun tanpa gagal. Kristus,  dengan kematian-Nya tidak mendapatkan keselamatan seorang pun secara pasti. Dalam analisis terakhir, penerapan keselamatan bergantung sepenuhnya pada kehendak bebas pribadi-pribadi. Kehendak bebas ini harus menyempurnakan karya Kristus, menjadikannya berbuah, dan membiarkannya menjadi realitas. Dengan kata lain, apa yang tersisa untuk dicapai bukanlah realitas, tetapi kemungkinan keselamatan; bukan rekonsiliasi aktual, tetapi kemungkinan rekonsiliasi yang potensial, “keadaan dapat-diselamatkan.” Kristus hanya mendapatkan bagi Allah kemungkinan untuk masuk ke dalam suatu kovenan anugerah, yaitu memberi kita pengampunan dosa dan hidup kekal, jika kita percaya. Bagian paling signifikan dari keselamatan, yang benar-benar memberikan keselamatan, tetap diserahkan kepada kita untuk kita kerjakan. Kristus tidak menetapkan kovenan itu sendiri di dalam darah-Nya, Ia tidak secara aktual mengampuni dosa umat-Nya, tetapi hanya memberitahukan bahwa di pihak Allah tidak ada keberatan untuk membuat suatu kovenan dengan kita dan untuk mengampuni dosa-dosa kita jika dan hanya sesudah kita, di pihak kita, percaya. Maka, sesungguhnya Kristus tidak mendapatkan apa pun bagi kita; Ia hanya mendapatkan bagi Allah kemungkinan untuk mengampuni kita ketika kita memenuhi perintah-perintah Injil.

Oleh karena itu, kaum universalis cenderung mengurangi nilai dan kuasa dari karya Kristus. Apa yang mereka dapatkan dalam kuantitas – dan itu pun hanya kelihatannya demikian – mereka kehilangan dalam kualitas. … Titik beratnya telah digeser dari Kristus dan ditempatkan di dalam diri orang Kristen. Iman adalah rekonsiliasi yang sejati dengan Allah. …

Universalisme menyebabkan separasi antara ketiga pribadi dari keberadaan Ilahi, karena Bapa menghendaki keselamatan semua orang, Kristus melakukan pemuasan bagi semua orang, tetapi Roh Kudus membatasi karunia iman dan keselamatan hanya bagi sebagian orang. Universalisme menyebabkan konflik antara tujuan Allah, yang menghendaki keselamatan semua orang, dan kehendak atau kuasa Allah, yang sebenarnya tidak ingin atau tidak dapat mengaruniakan keselamatan kepada semua orang. …Universalisme merendahkan keadilan Allah dengan berkata bahwa Ia menyebabkan pengampunan dan kehidupan diperoleh bagi semua orang tetapi kemudian gagal membagikan pengampunan dan kehidupan itu [kepada semua orang]. Universalisme meninggikan kehendak bebas sampai pada titik di mana kehendak itu memiliki kuasa untuk mempercayai, untuk membatalkan atau tidak membatalkan karya Kristus, dan untuk memutuskan – bahkan kuasa untuk menetapkan hasil sejarah dunia ada di dalam tangannya. Universalisme membawa kepada doktrin, seperti yang dengan tepat diamati oleh kaum Quaker, bahwa jika Kristus mati bagi semua orang, maka semua orang pasti diberi kesempatan, entah di dalam dunia ini atau di dunia berikutnya, untuk menerima atau menolak Dia, karena akan sangat tidak adil untuk mengutuk dan menghukum mereka yang dosa-dosanya semua telah didamaikan hanya karena mereka tidak berkesempatan untuk menerima Kristus dengan iman. Universalisme selanjutnya sampai kepada posisi, yang jelas berkonflik dengan seluruh Kitab Suci, bahwa satu-satunya dosa yang menyebabkan keterhilangan seseorang adalah dosa ketidakpercayaan. Bagaimanapun, semua dosa lain telah didamaikan, termasuk bahkan dosa-dosa “manusia durjana” itu, yaitu Antikristus.”[1]

[1]Herman Bavinck, Dogmatika Reformed: Dosa dan Keselamatan di Dalam Kristus, jld. 3, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ichwei G. Indra dan Irwan Tjulianto (Surabaya: Momentum, 2016), hal. 583-587. Diterjemahkan dari bahasa Belanda ke dalam Bahasa Inggris oleh John Vriend; ed: John Bolt, dengan judul Reformed Dogmatics, Volume 3: Sin and Salvation in Christ (Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2006).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DOKTRIN PREDESTINASI REFORMED (CALVINISME)

Oleh: Join Kristian Zendrato A. PENDAHULUAN Dalam tulisan singkat ini, saya akan membahas doktrin predestinasi yang merupakan sala...