Jumat, 21 September 2018

STUDI DOKTRINAL: KEILAHIAN YESUS (SERI #KEEMPAT)

Oleh: Join Kristian Zendrato

Tulisan ini masih merupakan lanjutan dari Studi Doktrinal: Keilahian Yesus. Ini merupakan Seri #Keempat. Dalam seri ini, saya akan membahas dua hal, yakni: Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus melakukan pekerjaan ilahi (D), dan Kitab Suci memberikan kehormatan ilahi kepada Yesus (E).
                     
D. KITAB SUCI MENUNJUKKAN BAHWA YESUS MELAKUKAN PEKERJAAN PEKERJAAN ILAHI

Alkitab memberitahu beberapa pekerjaan ilahi yang dilakukan oleh Yesus sendiri: penciptaan (Yoh. 1:3; Kol. 1:16; Ibr. 1:2,10), pengampunan dosa (Mat. 9:2-7), penghancuran segala sesuatu (Ibr. 1:10-12), pembaharuan segala sesuatu (Fil. 3:21; Why. 21:5) dan juga penghakiman pada akhir zaman (Mat. 25:31-32; Yoh. 5:22, 27; 2 Kor. 5: 10). Mengenai pekerjaan yang terakhir (penghakiman), saya akan memberikan beberapa komentar berikut ini:
Bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada akhir zaman, menunjukkan bahwa Ia juga adalah Allah sendiri. Mengapa? Karena, jumlah manusia yang pernah hidup dalam dunia ini sejak dari zaman Adam dan Hawa sampai kedatangan Kristus yang kedua kalinya adalah begitu banyak. Kalau Kristus bukanlah Allah sendiri, bagaimana mungkin Ia bisa menghakimi begitu banyak manusia itu dengan adil?
Ada begitu banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan dalam menjatuhkan hukuman kepada orang-orang berdosa seperti: banyaknya dosa yang dilakukan seseorang. Orang yang dosanya sedikit tentu tak bisa disamakan hukumannya dengan orang yang dosanya banyak. Tingkat dosanya juga perlu dipertimbangkan. Misalnya, dosa membunuh dan mencuri tentu tidak sama hukumannya (bdk. Kel. 21:12 dan Kel. 22:1). Tingkat pengetahuannya juga mempengaruhi berat ringannya hukuman. Makin banyak pengetahuan Firman Tuhan yang dimiliki seseorang, makin berat hukumannya kalau ia berbuat dosa (Luk. 12:47-48).
Demikian juga pada saat mau memberi pahala kepada orang-orang yang benar, pasti ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, seperti: banyaknya perbuatan baik yang dilakukan, jenis perbuatan baik yang dilakukan, besarnya pengorbanan pada waktu melakukan perbuatan baik, motivasinya dalam melakukan perbuatan baik itu, dan sebagainya.
Untuk bisa melakukan semua ini dengan benar, maka Hakim itu haruslah seseorang yang maha tahu, maha bijaksana dan maha adil, dan karena itu Ia harus adalah Allah sendiri! Sesuatu yang menarik bahwa dalam Yohanes 5:22, 27 dinyatakan bahwa Bapalah yang menyerahkan tugas penghakiman itu kepada Yesus. Maka tentunya, Bapa tidak begitu bodoh dengan memberikan tugas kepada seorang manusia biasa, di mana pada hakikatnya tugas itu sendiri hanya bisa dilakukan oleh Allah sendiri. R. L. Dabney dengan tepat menyatakan, “For it is in the nature of things simply impossible that a finite nature should receive infinite endowments(Terjemahan: Karena dalam naturnya, suatu hal secara sederhana, mustahil  bahwa suatu natur yang terbatas bisa menerima karunia-karunia yang tidak terbatas).[1]

E. KITAB SUCI MEMBERIKAN KEHORMATAN ILAHI KEPADA YESUS

Dalam Yohanes 5:23 tertulis, “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.” Ayat ini secara jelas mengidentikkan penghormatan kepada Yesus sebagai penghormatan kepada Bapa. Hal ini bisa terjadi hanya jika Yesus memang benar-benar Allah. Kemudian dalam Yohanes 14:1, Yesus sendiri menuntut kepercayaan murid-murid-Nya kepada Allah dan kepada-Nya sendiri. Kemudian, nama-Nya disejajarkan dengan pribadi-pribadi lain dari Allah Tritunggal (Mat. 28:19; 2 Kor. 13:13).
Robert M. Bowman Jr. dan J. Ed Komoszewski memberikan bukti lain mengenai penghormatan ilahi yang ditujukan kepada Yesus. Pertama-tama, mereka menyatakan bahwa dalam Alkitab, banyak doksologi[2] yang ditujukan kepada Allah, misalnya dalam 1 Tawarikh 29:10-11:
Lalu Daud memuji TUHAN di depan mata segenap jemaah itu. Berkatalah Daud: “Terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allahnya bapa kami Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala.”
Ada beberapa bagian Kitab suci lainnya yang berisikan mengenai doksologi kepada Allah, seperti: Mazmur 72:18-19; Roma 11:36; Galatia 1:4b-5; Filipi 4:20.[3] Kemudian, Bowman Jr. dan  Komoszewski menyatakan bahwa, “Yang mengejutkan, PB berisi doksologi-doksologi yang persis sama seperti di atas namun kemuliaan ditujukan kepada Yesus Kristus.”[4] Setelah itu, Bowman Jr. dan Komoszewski memberikan beberapa contoh doksologi yang ditujukan kepada Yesus, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin (Ibr. 13:20-21).
Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya (2 Ptr. 3:18).[5]
Bahkan dalam kitab Wahyu, doksologi atau himne-himne pujian kepada Yesus Kristus, yang dikenal sebagai Anak Domba, dan himne doksologi kepada Allah disebutkan dalam kitab yang sama. Perhatikan misalnya beberapa ayat berikut ini.
Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan (Why. 4:11).
Katanya dengan suara nyaring: “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (Why. 5:12-13)
Dalam Wahyu 4:11, doksologi ditujukan kepada Allah, tetapi dalam Wahyu 5:12-13, doksologi ditujukan kepada Yesus. Mengenai hal ini, Matthias Hoffmann, menyatakan bahwa, “Kebanyakan predikat dalam doksologi-doksologi yang ada tampaknya tidak membedakan antara Allah dan Anak Domba, namun sebaliknya secara umum mengekspresikan kesetaraan status dari keduanya.”[6]
Jadi, dalam Alkitab, doksologi ditujukan kepada Allah Bapa dan juga kepada Yesus, dan hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa Yesus setara dengan Allah. Bowman Jr. dan Komoszewski menyimpulkan dengan tepat, “Dengan menempatkan doksologi-doksologi kepada Allah dan Kristus secara berdampingan, atau hanya kepada Kristus, maka para penulis PB sedang meninggikan Yesus Kristus pada tingkatan yang setara dengan Allah.”[7]
Selanjutnya, dalam beberapa perikop Kitab Suci, Yesus ditampilkan sebagai sosok yang disembah. Setelah kebangkitan-Nya, Matius melaporkan, “Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu” (Mat. 28:17). Menariknya, setelah penyembahan itu, Yesus melanjutkan dengan meyakinkan para murid-Nya bahwa mereka tidak melakukan kekeliruan dengan menyatakan otoritas universal-Nya: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Mat. 28:18), bahkan Ia melanjutkan dengan berjanji, “ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20).
Menarik untuk disimak bahwa peristiwa di atas sangat kontras dengan pencobaan Yesus, di mana Iblis meminta-Nya untuk menyembahnya. Bowman Jr. dan Komoszewski menjelaskan kontras antara dua peristiwa ini dengan cara yang memikat. Mereka menulis,
Jika kita membandingkan bagian akhir Injil Matius dengan laporan tentang pencobaan Setan yang ketiga kepada Yesus, kita mendapatkan konfirmasi tambahan bahwa apa yang dilakukan oleh para murid sebenarnya adalah sebuah penyembahan. Si Jahat telah menawari Yesus untuk “memberikan” “seluruh kerajaan dunia dengan kemegahannya” jika Yesus mau “menyembah”-nya – sebuah tawaran yang ditolak Yesus. Setelah kebangkitan-Nya, ketika murid-murid “menyembah:-Nya, Yesus menyatakan bahwa “segala kuasa di sorga dan di bumi” telah “diberikan” kepada-Nya (tentu saja oleh Bapa). Apa yang Yesus tolak dari Si Jahat, Ia terima dari Bapa; dan alih-alih memberikan penyembahan kepada Si Jahat, Yesus justru menerima penyembahan dari murid-murid-Nya.[8] 
Lebih mengejutkan lagi bahwa dalam kitab Ibrani Allah sendiri memerintahkan malaikat untuk menyembah Yesus , “Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata: “Semua malaikat Allah harus menyembah Dia”” (Ibr. 1:6). Kontras dengan hal-hal ini, Petrus justru menolak penyembahan yang dilakukan oleh Kornelius kepadanya (Kis. 10:25). Lukas menulis, “Tetapi Petrus menegakkan dia, katanya: “Bangunlah, aku hanya manusia saja” (Kis. 10:26). Kemudian ketika Yohanes mau menyembah malaikat, ia justru ditegur, dan malaikat tersebut mengarahkan Yohanes untuk menyembah Allah (Why. 19:10; 22:9). Jadi, seperti dinyatakan oleh Bowman Jr. dan Komoszewski, “Dengan menolak praktik penyembahan malaikat, kitab Wahyu mempertegas bahwa praktik penyembahan kepada Yesus telah menempatkan-Nya pada posisi yang sejajar dengan Allah.”
Rasul Paulus akhirnya menyatakan dalam suratnya kepada jemaat di Filipi bahwa suatu saat, “dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp. 2:10-11). Kemudian Rasul Yohanes menulis,
Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! (Why. 5:12-13)
Semua hal ini jelas membuktikan bahwa Yesus adalah Allah. Dengan mengutip kata-kata dari Bowman Jr. dan Komoszewski, kesimpulannya adalah:
Berita dari PB sangatlah jelas: Memberikan penyembahan kepada Yesus, sebuah tindakan yang layak diberikan kepada Allah, adalah tindakan yang tepat secara sempurna. Murid-murid Yesus menyembah-Nya, malaikat-malaikat menyembah-Nya (sementara mereka sendiri menolak penyembahan yang sama yang ditujukan kepada mereka), dan pada akhirnya setiap orang akan menyembah-Nya.[9]

[1]R. L. Dabney, Lectures in Systematic Theology (Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 1985), 191.
[2]Doksologi adalah rancangan doa pujian kepada Allah, sebuah pengakuan akan kemuliaan dan kehormatan yang layak diterima Allah. Lihat Robert M. Bowman Jr. dan J. Ed Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya (Putting Jesus in His Place): Pembuktian Atas Keilahian Yesus (Malang: Literatur SAAT, 2015), 33.
[3]Bowman Jr. dan Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya, 33-34.
[4]Bowman Jr. dan Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya, 34.
[5]Bowman Jr. dan Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya, 34.
[6]Matthias Reinhard Hoffmann, The Destroyer  and the Lamb: The Relationship Between Angelomorphic and Lamb Christology in the Book of Revelation, WUNT 2.1203 (Tubingen: Mohr Siebeck, 2005), 162, dikutip Bowman Jr. dan Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya, 35. 
[7]Bowman Jr. dan Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya, 36. 
[8]Bowman Jr. dan Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya, 40. 
[9]Bowman Jr. dan Komoszewski, Menempatkan Yesus di Takhta-Nya, 46.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DOKTRIN PREDESTINASI REFORMED (CALVINISME)

Oleh: Join Kristian Zendrato A. PENDAHULUAN Dalam tulisan singkat ini, saya akan membahas doktrin predestinasi yang merupakan sala...