Minggu, 10 Maret 2024

APAKAH YEREMIA 7:31 BERTENTANGAN DENGAN DOKTRIN CALVINISME MENGENAI PENETAPAN ALLAH ATAS TERJADINYA DOSA? SEBUAH JAWABAN TERHADAP ARMINIANISME DAN GBIA GRAPHE!

Oleh: Join Kristian Zendrato

Saya melihat di Facebook banyak orang Arminian yang tidak menyetujui salah satu ajaran Calvinisme (Reformed) yakni tentang penetapan Allah atas segala sesuatu termasuk dosa, terus menerus menggunakan Yeremia 7:31 untuk menolak ajaran Calvinisme tersebut. Bahkan seseorang dari GBIA Graphe menyebut ayat ini sebagai ayat yang ditakuti oleh Calvinisme.

Yeremia 7:31 tersebut berbunyi demikian: "Mereka telah mendirikan bukit pengorbanan yang bernama Tofet di Lembah Ben-Hinom untuk membakar anak-anaknya lelaki dan perempuan, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan dan yang tidak pernah timbul dalam hati-Ku."

Nah, berdasarkan ayat ini, orang-orang Arminian berkata bahwa karna tindakan pembakaran anak-anak sebagai korban (yang adalah dosa) tidak pernah diperintahkan Tuhan dan tidak pernah timbul dalam hati Tuhan, maka Tuhan pasti tidak menetapkan terjadinya dosa seperti ajaran Calvinisme.

Apakah benar demikian? Apakah benar bahwa Yeremia 7:31 ini bertentangan dengan ajaran Calvinisme tentang penetapan Allah atas segala sesuatu termasuk dosa?

Sebelum menjawab hal ini, ada baiknya saya menjelaskan sedikit mengenai ajaran bahwa Allah menetapkan segala sesuatu termasuk dosa.

Calvinisme memang mengajarkan bahwa dalam kekekalan, sebelum segala sesuatu ada, Allah telah menetapkan apapun yang terjadi termasuk dosa. Penetapan ini semata-mata didasarkan pada kehendak Allah sendiri. Jadi, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik yang sudah, sedang, dan yang akan terjadi merupakan realisasi dari ketetapan Allah dalam kekekalan.

Ajaran Calvinisme ini timbul karena fakta bahwa dalam Alkitab Allah digambarkan sebagai Dia yang "di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya" (Efesus 1:11). Ini jugalah yang membuat Yesus sendiri mengajarkan bahwa burung pipit tidak akan jatuh ke bumi tanpa dikehendaki oleh Allah (Matius 10:29-30).

Jika ada satu saja yang terjadi diluar ketetapan Allah maka hal itu berada diluar kontrol Allah. Dan jika ada sesuatu yang berada di luar kontrol Allah maka sesuatu itu melebihi kuasa Allah. Dan jika ada yang melebihi kuasa Allah hal itu membuat Allah tidak sempurna. Kalau Dia tidak sempurna maka Dia terbatas. Kalau Dia terbatas maka Dia bukan Allah. Dan dengan demikian kita harus mempercayai ateisme.

Berkenaan dengan dosa, Alkitab juga menyatakan bahwa itu adalah ketetapan Allah. Contoh yang paling terang mengenai penetapan Allah atas dosa adalah penyaliban Yesus. Penyaliban Yesus merupakan kejahatan atau dosa terbesar. Tetapi bagaimanapun, penyaliban Kristus merupakan rencana dan ketetapan Allah sejak semula. Petrus berkata dalam khotbahnya bahwa "Dia [Yesus] diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya" (Kis. 2:23).

Dalam kasus pengkhianatan Yudas Iskariot kita menemukan kasus yang sama. Pengkhianatan Yudas jelas merupakan dosa besar. Tetapi apa kata Firman Allah? Perhatikan: "Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan" (Lukas 22:22). Jelas bahwa pengkhianatan Yudas sudah ditetapkan oleh Allah.

Jadi dari penjelasan singkat ini kita mengerti bahwa Allah memang menetapkan segala sesuatu termasuk dosa.

Meskipun demikian, Calvinisme tetap mengajarkan bahwa walaupun Allah telah menetapkan segala sesuatu tetapi manusia tetap bertanggungjawab.

Dalam kasus penyaliban Yesus, meskipun penyaliban itu telah ditetapkan tetapi semua manusia yang terlibat dalam penyaliban itu tetap dianggap bersalah. Logika mengajar kita bahwa seharusnya jika demikian maka Allahlah yang salah. Tetapi Firman Tuhan berkata, "Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka" (Kisah Para Rasul 2:23). Perhatikan bahwa kata-kata "Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya" menunjuk pada penetapan Allah. Sedangkan kata-kata "telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka" menunjukkan bahwa manusia tetap dianggap bersalah dan dengan demikian mereka bertanggungjawab.

Penggambaran ini mirip dengan Kisah Para Rasul 4:27-28, "Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi,

untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu."

Pada awal ayat di atas penekanannya adalah tanggungjawab manusia (Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi). Tetapi hal ini segera disusul dengan fakta bahwa semua itu adalah ketetapan Allah (untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu).

Penempatan yang berdampingan antara penetapan Allah dan tanggungjawab manusia juga terlihat dalam kasus Yudas yang telah disinggung di atas. Mari kita perhatikan ayatnya secara menyeluruh: "Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!" (Lukas 22:22). Jadi meskipun pengkhianatan Yudas telah ditetapkan (Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan), hal itu tidak membebaskan Yudas dari tanggungjawab (akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!).

Jadi dalam kasus dosa, disatu sisi Allah memang membenci dosa (itu sangat jelas dalam Alkitab) sehingga Ia memerintahkan manusia untuk menjauhi dosa, tetapi disisi lain Allah juga telah menetapkan terjadinya dosa (seperti yang telah saya jelaskan di atas). Ini tidak sengaja dibuat-dibuat. Tetapi ini adalah kesimpulan dari penyelidikan Firman Allah.

Hal inilah yang menuntun Calvinisme untuk membedakan dua kehendak Allah. Ada kehendak-Nya yang dinyatakan dalam Alkitab (perintah-perintah-Nya seperti jangan membunuh, jangan berzinah, dsb) dan ada kehendak-Nya yang tersembunyi (ketetapan kekal-Nya). Kehendak Allah dalam arti yang pertama bisa saja dilanggar tetapi kehendak Allah dalam arti kedua tidak bisa gagal atau dilanggar (Ayub 42:2).

Contohnya. Allah jelas melarang perzinahan (Keluaran 20:14). Ini adalah kehendak-Nya yang dinyatakan. Tetapi dalam kasus tertentu, Allah menetapkan dosa perzinahan. Perhatikan 2 Samuel 12:11-12, "Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan." Kata-kata keras ini merupakan hukuman kepada Daud setelah ia berzinah kepada Batsyeba. Dan ketika firman ini tergenapi, kita membaca: "Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel" (2 Samuel 16:22). Jadi, Absalomlah, anak Daud sendiri, yang menggenapi hukuman Tuhan itu. Dia meniduri istri-istri Daud, dan itu jelas merupakan perzinahan.

Jadi, Allah melarang dan membenci perzinahan (kehendak-Nya yang dinyatakan), tetapi Ia menetapkan perzinahan Absalom dengan istri-istri ayahnya (kehendak-Nya yang tersembunyi).

Jadi memang Alkitab mengajarkan bahwa ada dua kehendak pada Allah. Jadi jika kita membaca Alkitab, kita harus bisa membedakan dua kehendak Allah ini. Pembedaan ini penting demi menampung semua data Alkitab. Arminianisme boleh saja mencemoohnya, tetapi mereka jelas tidak jujur terhadap data-data Alkitab. Mereka hanya mau menyinggung ayat-ayat yang menekankan tanggungjawab manusia tetapi mengabaikan ayat-ayat yang lain (mereka mirip apologet-apologet Islam yang mengambil ayat-ayat tertentu dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa Yesus adalah manusia untuk membuktikan bahwa Yesus bukan Allah).

Jadi singkatnya, Calvinisme mengajarkan bahwa Allah menetapkan segala sesuatu termasuk dosa dan manusia bertanggungjawab. Ajaran ini memang kelihatannya tidak masuk akal dan bermasalah dan bertentangan. Calvinisme menyadari itu dan tidak sok-sok-an menganggap bahwa mereka telah memberikan jalan keluar yang sempurna dari masalah itu. Tidak! Calvinisme hanya mengaminkan apa yang diajarkan Alkitab.

Profesor Louis Berkhof menegaskan bahwa "... Alkitab sesungguhnya tidaklah berdasarkan anggapan bahwa ketetapan Allah tidak konsisten dengan keadaan manusia sebagai pelaku bebas. Alkitab jelas mengungkapkan bahwa Allah telah menetapkan tindakan bebas manusia, akan tetapi juga bahwa manusia sebagai pelaku juga bebas dan dengan demikian bertanggungjawab atas tindakan mereka sendiri, Kej. 50:19, 20; Kis. 2:23; 4:27, 28. Telah ditentukan bahwa orang Ibrani harus menyerahkan Yesus; akan tetapi mereka benar-benar bebas dalam tindakan mereka yang jahat, dan memegang tanggungjawab atas perbuatan jahat mereka ini. Tidak ada satu indikasipun dalam Alkitab bahwa para penulis yang mendapat inspirasi Roh Kudus menyadari adanya kontradiksi dalam hubungan dengan hal-hal ini, para penulis tersebut tak pernah berusaha untuk mengharmoniskan keduanya. Kenyataan ini jelas dapat mencegah kita untuk menganggap bahwa hal ini saling berkontradiksi, kendatipun kita tidak dapat menyatukan kedua kebenaran ini" (Prof. Louis Berkhof, Teologi Sistematika 1 [2013], hal. 191-192).

Sekarang, mari kita kembali ke Yeremia 7:31. Berdasarkan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, kita menegaskan bahwa segala sesuatu termasuk dosa pembakaran anak-anak yang diceritakan dalam Yeremia 7:31 telah ditetapkan dalam kekekalan (ingat kehendak yang kedua), tetapi fakta bahwa ayat itu menyatakan bahwa dosa itu "tidak pernah Kuperintahkan" menunjukkan bahwa ayat itu sedang berbicara mengenai kehendak Allah dalam arti yang pertama seperti yang telah saya jelaskan di atas.

Sama seperti dalam kasus perzinahan Absalom yang telah saya singgung di atas. Allah melarang perzinahan dan tidak memerintahkannya (kehendak Allah yang pertama), tetapi Allah juga menetapkan dosa perzinahan Absalom (kehendak Allah yang kedua). Demikian juga, Yeremia 7:31 hanya berbicara mengenai kehendak Allah dalam arti yang pertama. Ia melarang dosa pembakaran anak-anak itu seperti Dia melarang perzinahan. Tetapi dalam kehendak-Nya yang lain Dia sebenarnya telah menentukan terjadinya dosa, termasuk dosa pembakaran anak-anak itu sama seperti Ia telah menentukan dosa perzinahan Absalom dengan istri-istri Daud.

Jika ada yang keberatan dengan penjelasan ini, lalu bagaimana ia mengharmoniskan Yeremia 7:31 itu dengan Hakim-hakim 9:22-23, "Setelah tiga tahun lamanya Abimelekh memerintah atas orang Israel, maka Allah membangkitkan semangat jahat di antara Abimelekh dan warga kota Sikhem, sehingga warga kota Sikhem itu menjadi tidak setia kepada Abimelekh." Dalam ayat di atas dikatakan bahwa "Allah membangkitkan semangat jahat."

Juga dalam Yesaya 10:5-6 dikatakan, "Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murka-Ku dan yang menjadi tongkat amarah-Ku! Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murka-Ku, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan." Dalam ayat ini dikatakan bahwa Allah "menyuruh" dan "memerintahkan" Asyur untuk melawan Israel.

Bahkan dalam Yeremia 25:9 dinyatakan, "sesungguhnya, Aku akan mengerahkan semua kaum dari utara — demikianlah firman TUHAN — menyuruh memanggil Nebukadnezar, raja Babel, hamba-Ku itu; Aku akan mendatangkan mereka melawan negeri ini, melawan penduduknya dan melawan bangsa-bangsa sekeliling ini, yang akan Kutumpas dan Kubuat menjadi kengerian, menjadi sasaran suitan dan menjadi ketandusan untuk selama-lamanya." Dalam ayat ini Allah dikatakan "mengerahkan kaum dari utara" untuk melawan bangsa Yehuda.

Jadi, tiga ayat di atas secara positif mengatakan bahwa "Allah membangkitkan semangat jahat" (Hakim-hakim 9:22-23), Allah "menyuruh" dan "memerintahkan" Asyur untuk melawan Israel (Yesaya 10:5-6), dan Allah "mengerahkan kaum dari utara" untuk melawan bangsa Yehuda (Yeremia 25:9).

Sekarang, bukankah ketiga ayat diatas seolah-olah bertentangan dengan Yeremia 7:31 yang justru secara negatif berkata bahwa Allah tidak memerintahkan dosa itu? Bukankah tiga ayat di atas (Hakim-hakim 9:22-23; Yesaya 10:5-6; Yeremia 25:9) menegaskan bahwa Allah "membangkitkan," "menyuruh," "memerintahkan," "mengerahkan" tindakan berdosa, dan sedangkan Yeremia 7:31 menegaskan bahwa Allah tidak memerintahkan tindakan dosa?

Bagi Calvinisme, di sini tidak ada masalah, karena Calvinisme mengajarkan bahwa memang ada dua kehendak pada Allah. Untuk Hakim-hakim 9:22-23; Yesaya 10:5-6; Yeremia 25:9 berlaku kehendak Allah yang kekal (ketetapan Allah atas dosa) sedangkan dalam Yeremia 7:31 berlaku kehendak Allah yang dinyatakan.

Jadi Calvinisme tidak mengada-ngada dalam hal ini. Calvinisme jelas memperhitungkan semua data Alkitab baru mengambil kesimpulan.

Silakan orang Arminian yang menolak dua kehendak pada Allah memikirkan hal ini. Dan saya kepengen tau bagaimana mereka mengharmoniskan ayat-ayat seperti Hakim-hakim 9:22-23; Yesaya 10:5-6; Yeremia 25:9 dengan Yeremia 7:31.

Lalu sekarang, bagaimana dengan kata-kata selanjutnya dalam Yeremia 7:31 yang berbunyi, "tidak pernah timbul dalam hati-Ku." Saya menduga bahwa orang Arminian mengartikan ayat ini bahwa dosa pengorbanan anak-anak itu tidak pernah terpikirkan oleh Tuhan sebelumnya. Jika ini adalah artinya maka ini ngawur karena Allah itu mahatahu sehingga Ia tidak pernah terkejut, dan karena Ia mahatahu maka segala sesuatu sebenarnya telah terpikirkan oleh-Nya. Jika ada satu saja yang tidak terpikirkan oleh-Nya maka Allah kehilangan kemahatahuan-Nya.

Jadi tidak mungkin kata-kata "tidak pernah timbul dalam hati-Ku" diartikan "tidak pernah terpikirkan oleh Tuhan sebelumnya." Menurut saya arti kata-kata itu adalah bahwa Allah tidak senang dengan dosa pengorbanan anak-anak itu dalam api. Jika itu artinya, lalu apakah tidak bertentangan dengan ajaran Calvinisme yang mengajarkan bahwa Allah menetapkan dosa? Jika Allah telah menetapkan dosa, kenapa Ia tidak senang dengan ketetapan-Nya sendiri?

Ingat bahwa meskipun Allah menetapkan dosa itu, tetapi pada saat dosa itu terjadi Allah tidak senang terhadap dosa itu. Allah menetapkan Yudas untuk menyerahkan Yesus, tapi Allah sendiri tidak senang dengan dosa Yudas tersebut (Lukas 22:22). Allah menetapkan Yesus disalib oleh Pilatus, pemimpin Yahudi, dsb., tetapi Allah jelas tidak senang dengan dosa tersebut (Kisah Rasul 2:23; 4:27-28).

Lagi-lagi, ini semua kelihatannya bertentangan, tetapi Alkitab mengajarkan dua hal yang kelihatan bertentangan itu. Calvinisme jujur dalam menghadapi data-data Alkitab, sedangkan Arminianisme tidak.

Jadi, bagi saya pribadi, Yeremia 7:31 tidak bertentangan dengan doktrin penetapa Allah atas segala sesuatu termasuk dosa.

Sebagai penutup, saya memberi penegasan bahwa meskipun saya dan Calvinisme percaya bahwa Allah menetapkan segala sesuatu termasuk dosa, tetapi pada saat dosa itu terjadi Allah tidak bersalah sama sekali. Sedangkan manusia harus dipersalahkan dan bertanggungjawab atas dosanya. Demikian kata Firman Allah.

Juga, Arminianisme tidak boleh hanya mengambil satu ayat seperti Yeremia 7:31 dan menutup mata terhadap semua ayat-ayat lain dari Alkitab yang menegaskan bahwa Allah menetapkan dosa (seperti Hakim-hakim 9:22-23; Yesaya 10:5-6; Yeremia 25:9; Lukas 22:22, Kisah Rasul 2:23; 4:27-28; dsb). Sebenarnya, inilah yang dilakukan Arminianisme selama ini uscue et uscue (selalu dan terus menerus). Mereka benar-benar tidak jujur dalam menangani keseluruhan data Alkitab. Mereka tidak terlalu berbeda dengan apologet-apologet Islam yang hanya memperhatikan teks-teks Alkitab yang menunjukkan kemanusiaan Yesus, dan kemudian bersorak kegirangan seolah-olah dengan ayat-ayat yang sebagian itu mereka telah membuktikan bahwa Yesus bukan Tuhan. Baik Arminianisme dalam persoalan penetapan dosa dan apologet-apologet Islam dalam persoalan ketuhanan Yesus melakukan hal yang sama: menekankan teks tertentu, dan menutup mata mereka terhadap teks lain. Anehnya, orang Arminian tidak setuju dengan apologet-apologet Muslim dalam persoalan ketuhanan Yesus, tetapi lebih aneh lagi, mereka juga menerapkan standar yang sama dalam persoalan penetapan dosa. Mungkin inilah yang disebut dengan "benci-benci tapi rindu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DOKTRIN PREDESTINASI REFORMED (CALVINISME)

Oleh: Join Kristian Zendrato A. PENDAHULUAN Dalam tulisan singkat ini, saya akan membahas doktrin predestinasi yang merupakan sala...