Sabtu, 16 Maret 2024

GELAR DAN KUALITAS: KRITIK TERHADAP KALIAN YANG BANYAK GELAR TETAPI TAK BERKUALITAS (SOK BERKUALITAS)

Oleh: Join Kristian Zendrato

Saya mengingat tentang Charles Haddon Spurgeon. Saya mengingat tentang Charles Hodge. Mereka berdua adalah raksasa-raksasa teologi Reformed. Bedanya Hodge menempuh pendidikan Teologi Akademis yang formal yang membawanya pada kursi profesor Teologi Sistematika. Sedangkan Spurgeon tidak menempuh pendidikan Teologi formal. Spurgeon belajar sendiri di perpustakaannya yang memiliki ribuan koleksi buku. Tetapi baik kualitas Hodge dan Spurgeon tidak pernah diragukan dalam dunia teologi.

Berbeda dengan kedua tokoh di atas, saat ini, banyak orang yang tidak memiliki kualitas apapun dalam dunia teologi. Entah orang itu bergelar ataupun tidak. Saat ini gelar-gelar yang panjang tidak pernah bisa menjadi jaminan tentang kualitas seseorang. Meskipun mereka berkoar-koar kayak harimau.

Saya mengenal beberapa orang yang mengajar di STT, mempunyai gelar yang cukup banyak, tapi kualitasnya di bawah standar. Bahkan otaknya gak nyambung sama sekali dengan dunia teologi. Mereka lebih nyambung kalau berbicara masalah politik dan hukum.

Ada yang kelihatan pinter karna sok-sok-an padahal sebenarnya goblok juga. Tapi karna bergelar banyak, dan mungkin karena ngomongnya "lucu-lucu" maka dianggap pinter.

Intinya banyak yang bergelar dalam dunia teologi tidak berkualitas sama sekali.

Sebaliknya, banyak orang yang baru tamat dari sekolah teologi mempunyai kualitas yang luar biasa. Tetapi orang-orang ini biasanya tak dianggap. Meskipun mereka pintar dan berkualitas, mereka tidak diperhitungkan karena tak bergelar banyak.

Apa yang dilihat orang sekarang adalah kulit bukan isi. Gelar bukan kualitas. Dan banyak orang yang tertipu oleh hal itu.

Saya pernah menulis mengenai hal ini di Facebook beberapa waktu yang lalu. Tulisan itu saya tulis setelah menonton kuliah klasik dari R.C. Sproul berjudul "Contradiction vs. Mystery: The Mystery of the Trinity."

Sproul dalam kuliah itu menceritakan tentang seorang profesor yang suatu kali dalam kelas yang diikuti oleh Sproul membuat pernyataan demikian, "God is absolutely immutable in His essence, and God is absolutely mutable in His essence" (Allah secara absolut tidak berubah dalam esensi-Nya, dan Allah secara absolut berubah dalam esensi-Nya).

Sproul berkata bahwa di antara para mahasiswa yang mendengar hal itu, banyak yang menganggap bahwa pernyataan profesor tersebut sebagai sesuatu yang luar biasa. "That's deep" (Itu mendalam), kata para mahasiswa tersebut.

Tetapi bagi Sproul sendiri, kata-kata profesor tersebut adalah kata-kata yang berkontradiksi, tidak benar dan nonsense. Sproul berkata, "That's nuts. That's whacky" (Itu gila. Itu sinting).

Sproul benar. Karena Allah tidak mungkin absolutely immutable in His essence (secara absolut tidak berubah dalam esensi-Nya) dan absolutely mutable in His essence (secara absolut berubah dalam esensi-Nya) pada saat yang sama.

Pernyataan profesor itu jelas melanggar hukum non-kontradiksi yang secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut: A bukan A dan Non-A pada saat yang sama dan dalam relasi yang sama. Demikian juga, Allah tidak bisa memiliki sifat yang tidak berubah dan sifat yang berubah pada saat yang sama dan dalam relasi yang sama. Itu adalah kontradiksi.

Lalu kenapa tetap saja ada orang yang menganggap bahwa pernyataan profesor itu sebagai sesuatu yang luar biasa dan mendalam, padahal itu jelas pernyataan yang kontradiksi?

Sproul mengatakan bahwa, "...if you have enough education and a position of authority in the academic world, you can make nonsense statements and have people walk away impressed by how profound you are."

Terjemahannya sebagai berikut, "...jika Anda memiliki pendidikan yang cukup dan posisi yang berotoritas dalam dunia akademik, Anda dapat membuat pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal [omong kosong] dan membuat orang-orang terkesan oleh betapa dalamnya [pemikiran] Anda."

Kata-kata Sproul ini memang tidak bisa dimutlakkan. Tetapi bagaimana pun, kejadian seperti ini banyak terjadi. Orang-orang yang memiliki kedudukan tertentu, jabatan tertentu seringkali menyatakan banyak omong kosong dan bahkan menyatakan hal-hal yang kontradiksi dan tak masuk akal (absurd), tetapi tetap saja banyak orang yang menyanjung mereka.

Ini jelas bahaya. Dan dalam dunia teologi orang-orang seperti itu banyak.

Saran saya, jangan hanya gara-gara kedudukan akademis, gelar yang mentereng, maka kita menganggap bahwa kata-kata seseorang itu pasti benar.

Gelar akademik, kedudukan akademik tidak menjamin seseorang mengajarkan hal yang benar. Ujilah segala sesuatu dengan Alkitab, dan jangan lupa juga gunakan selalu akal sehat.

"Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik" (1 Tesalonika 5:21).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DOKTRIN PREDESTINASI REFORMED (CALVINISME)

Oleh: Join Kristian Zendrato A. PENDAHULUAN Dalam tulisan singkat ini, saya akan membahas doktrin predestinasi yang merupakan sala...