Sabtu, 16 Maret 2024

MAHATMA GANDHI, IBU YANG SEKARAT, DAN YESUS YANG TAK BERGUNA

Oleh: Join Kristian Zendrato

Saya pernah ikuti semacam perkumpulan kelompok baca Alkitab dan kegiatan nyanyi dengan lirik ayat-ayat Alkitab beberapa tahun lalu. Saya menikmati perjalanan waktu itu dengan teman-teman.

Tentunya banyak momen yang unforgettable yang membekas dalam ingatan. Tetapi hari ini saya teringat tentang kata-kata pemimpin perkumpulan kami waktu itu kala sedang membahas sesuatu. Saya lupa konteksnya ketika ia akhirnya berbicara tentang seorang tokoh terkenal dari India: Mahatma Gandhi.

Tentang Mahatma Gandhi, ia berkomentar kira-kira begini: "Kalau Mahatma Gandhi sekarang ada di Sorga, saya tidak heran." Walaupun dia kelihatan agak agnostik terhadap hal itu, tetapi nampaknya ia membuka peluang untuk itu sehingga jika itu yang terjadi, ia - sekali lagi "tidak heran."

Nampaknya, ia berbicara hal itu karena Gandhi sebagai seorang tokoh terkenal nampaknya sangat "menghormati" Yesus.

Dalam bukunya yang berjudul The Incomparable Christ (Kristus yang Tiada Tara), John Stott memang memberikan sebuah penjelasan singkat bahwa Gandhi memang sangat menyanjung moral dan ajaran etika Yesus, khususnya Khotbah di Bukit (Sermon on the Mount).

Masalahnya, Gandhi tak pernah percaya bahwa Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati, atau sebagai korban substitute untuk penebusan bagi manusia berdosa, sebagaimana yang dipercaya oleh Gereja di segala abad. Dan memang Gandhi bukanlah seorang Kristen.

Jadi, Gandhi hanya menyanjung moral dan etika Yesus, dan ia ingin supaya Yesus menjadi teladan dalam menjalani hidup.

Setelah mengetahui informasi ini, saya bertanya dalam hati, "Lalu apa jaminan bahwa Mahatma Gandhi berpeluang ada di Sorga, seperti khayalan pemimpin perkumpulan kami tadi?"

Bagi saya, manusia yang tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati, atau sebagai korban substitute untuk penebusan bagi manusia berdosa, tidak akan pernah berada dalam Sorga.

Kepercayaan bahwa Yesus adalah tokoh moral yang baik tidak menyelamatkan. Yesus yang menyelamatkan adalah Yesus yang Ilahi dan Manusia. Yesus yang menyelamatkan adalah Yesus yang menanggung semua hukuman dosa kita di atas kayu salib. Yesus yang menyelamatkan adalah Yesus yang tujuan kematian-Nya adalah untuk menggantikan posisi kita sebagai orang terhukum. Dan yang kemudian bangkit untuk meneguhkan bahwa misi-Nya telah selesai.

Sayangnya Gandhi, tak mempercayai hal-hal itu. Jadi, pada analisis terakhir, jika Gandi diharapkan masuk surga seperti khayalan pemimpin perkumpulan kami yang saya ceritakan sebelumnya, maka yang membuatnya masuk surga adalah perbuatan baik dan bukan karna karya penebusan Yesus. Dan ini jelas bertentangan dengan seluruh Alkitab yang menegaskan bahwa hanya melalui korban penggantian Kristuslah kita diselamatkan. "Satu-satunya" kata William Temple, "yang aku sumbangkan dalam penebusanku adalah dosa yang darinya aku perlu ditebus."

Jika Kristus hanya sekadar dianggap teladan moral yang baik tetapi bukan Juruselamat, maka Kristus yang seperti itu tidak berguna sama sekali. Dan itu bukan Kristus dalam Alkitab.

Saya ingat pernah membaca sebuah cerita dalam buku yang berjudul The Supremacy of Christ (Supremasi Kristus) karya Ajith Fernando, seorang teolog Injili dari Srilanka. Ia menceritakan tentang seorang ibu yang sedang sekarat dan waktunya tidak akan lama lagi. Ia akan segera meninggal. Anaknya, pergi kepada seorang pendeta untuk meminta tolong.

Dalam penggambaran Ajith Fernando, pendeta tersebut adalah seorang penganut teologi liberal yang tidak mempercayai eksistensi mujizat, tidak mempercayai kematian Yesus sebagai korban pengganti (substitute) untuk penebusan dosa manusia, dan doktrin-doktrin esensial Kekristenan lainnya. Mengenai Yesus, pendeta tersebut hanya menganggapnya sebagai guru moral yang baik. Tak lebih dari itu.

Saat pendeta itu sampai di rumah, ia melihat ibu itu sedang sekarat. Dengan sisa tenaga, ibu itu berbicara kepada pendeta tersebut bahwa mungkin sebentar lagi dia akan meninggal. Ia meminta pendeta tersebut menceritakan kepadanya penghiburan dan jalan keselamatan. Karna waktunya tak lama lagi.

Pada saat yang genting seperti itu, apakah Anda tahu yang diceritakan pendeta itu? Ia menceritakan tentang Yesus yang agung yang memberikan teladan bagi manusia untuk hidup dalam kasih dan kebaikan. Hanya itu.

Menyadari bahwa kata-kata pendeta itu tidak berguna, ibu itu berkata bahwa hal itu tidak berguna baginya, sebab ia tidak bisa lagi melakukan kebaikan dan meneladani Kristus. Waktunya hampir habis. Ia tak membutuhkan Kristus yang hanya menjadi teladan. Ia mendesak bahwa ia ingin diselamatkan dari api neraka.

Pada saat itu, pendeta itu akhirnya menceritakan iman masa kecilnya yang diajarkan oleh ibunya, bahwa Kristus adalah jalan keselamatan itu. Dia mati menggantikan kita di atas kayu salib. Dan jika kita percaya kepada-Nya, kita akan diselamatkan.

Setelah mendengar itu, ibu yang sekarat itu merasa terhibur dalam menghadapi kematian. Pendeta tersebut menangis, karna ia baru saja membawa ibu itu dalam jalan keselamatan. Dan bukan hanya itu, ia juga membawa dirinya kembali dalam iman yang dulu diajarkan oleh ibunya, tetapi yang sempat ia lupakan.

Kristus yang hanya sekadar guru moral tidak berguna bagi seorang ibu yang sekarat. Demikian juga bagi kita. Ibu itu, dan kita semua membutuhkan Kristus sang Juruselamat Penebus dosa.

Sekarang, jujur saja, jika pemimpin perkumpulan kami yang saya ceritakan di awal berkata bahwa ia " tidak heran" jika Mahatma Gandhi masuk surga, maka saya sebaliknya "amat heran" jika itu terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DOKTRIN PREDESTINASI REFORMED (CALVINISME)

Oleh: Join Kristian Zendrato A. PENDAHULUAN Dalam tulisan singkat ini, saya akan membahas doktrin predestinasi yang merupakan sala...